Mengenal Teori Dramaturgi pada Proses Pencarian Eksistensi Diri Remaja di Media Sosial

Ditulis oleh: Diah Sri Rahayu
Disunting oleh: Farah
Ilustrasi oleh: Abia Satria

Membahas mengenai masa remaja memang menjadi hal yang menarik, karena pada masa remaja seseorang mengalami banyak perubahan, baik fisik maupun psikis. Selain itu, pada masa tersebut seseorang akan berhadapan pada masalah-masalah yang kompleks, seperti kondisi emosional yang belum stabil; tingginya semangat berkarya; serta ingin selalu tampil eksis dan mendapatkan pengakuan dari lingkungan di sekitarnya. Menurut pandangan Piaget (dalam Setianingsih et al, 2015) remaja diartikan sebagai suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi di dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.

Eksistensi Diri sebagai Kebutuhan di Masa Remaja

Merujuk pada salah satu masalah remaja yaitu selalu ingin tampil eksis dan mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar, maka dari sini dapat kita ketahui bahwa eksistensi menjadi suatu hal yang teramat penting dan berpengaruh terhadap kehidupan remaja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, eksistensi dapat diartikan sebagai “hal berada” atau “keberadaan”. Sementara itu Mahendra (2017) mengartikan eksistensi sosial sebagai “menjadi” atau “mengada”; keberadaan yang diakui oleh orang lain. Dari dua pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa eksistensi diri merupakan wujud pengakuan lingkungan sekitar terhadap keberadaan seseorang. 

Menurut  pemikiran  Abraham Maslow, terdapat lima tingkat kebutuhan dasar manusia, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, serta kebutuhan akan aktualisasi diri. Pada kebutuhan aktualisasi diri itulah seseorang akan berusaha untuk menunjukkan eksistensinya. Maslow beranggapan bahwa kebutuhan aktualisasi diri akan muncul setelah kebutuhan akan penghargaan telah terpenuhi, yang  ternyata tanggapannya kurang tepat. Pada era  1960-an, ia baru menyadari bahwa banyak remaja di Brandies (tempat mengajarnya dulu) yang belum mencapai aktualisasi diri meskipun kebutuhan reputasi dan harga diri mereka telah terpenuhi.

Berkembangnya  zaman yang disertai dengan  kemajuan teknologi membuat remaja masa kini  lebih leluasa untuk menunjukkan eksistensinya dengan berbagai cara, salah satunya melalui media sosial. Menurut Griggs (dalam Mahendra, 2017) media sosial telah menjadi bagian dari pengalaman tumbuh dewasa untuk remaja. terbukti dari data yang menyatakan bahwa remaja adalah  pengguna jejaring sosial online dengan intensitas tinggi (heavy users) (Mutia, 2013).  Heavy users merupakan suatu kondisi dimana penggunaan media sosial menghabiskan waktu lebih dari 40 jam/bulan.

Media sosial memang diciptakan sebagai wadah ekspresi penggunanya untuk menunjukkan eksistensi diri. Namun di sisi lain, terkadang apa yang kita lihat di media sosial justru berkebalikan dengan apa yang terjadi di dunia nyata. 

Teori Dramaturgi dalam Bermedia Sosial

Dramaturgi merupakan teori yang diungkapkan oleh Erving Goffman pada tahun 1959 melalui bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Every Life”. Berdasarkan teori ini, setiap individu dalam kehidupannya memiliki dua panggung, yaitu panggung depan (front stage) dan panggung belakang (backstage). Menurut Nasrullah,  yang dimaksud dengan panggung depan adalah segala sesuatu yang ditunjukkan oleh individu ketika ia berinteraksi dengan individu lain atau dalam kelompok masyarakat, bisa disebut sebagai identitas sosial. Sedangkan panggung belakang merupakan tempat di mana individu menyembunyikan identitas personalnya (dalam Dewi & Janitra, 2018).

Goffman selanjutnya membagi panggung depan menjadi dua bagian, yaitu setting dan personal front. Setting adalah situasi fisik yang harus ada ketika individu menunjukkan aksinya. Sedangkan personal front merupakan alat atau perlengkapan yang dibawa individu ke dalam setting. Dalam media sosial, setting dapat didefinisikan sebagai  keberadaan fasilitas untuk mengunggah sesuatu, seperti foto dan video. Sementara itu, foto atau video yang diunggah beserta keterangannya (caption) menjadi personal front seseorang. Berkebalikan dengan panggung depan, panggung belakang letaknya tersembunyi dari pandangan khalayak, yang diciptakan untuk melindungi rahasia pertunjukkan. Dalam lingkup bermedia sosial, keberadaan panggung belakang akan membantu para penggunanya agar bebas menampilkan diri tanpa takut dihujat atau diberi label negatif oleh orang lain. Contoh nyata dapat dilihat pada seseorang yang terlalu memaksakan diri untuk mengikuti gaya hidup. Kemudian setelah berhasil, maka orang tersebut akan mempresentasikannya melalui media sosial sebagai panggung depan.

Teori Dramaturgi juga tidak lepas dari pengaruh Cooley tentang ”the looking glass self”, yang terdiri dari tiga komponen. Pertama, individu mengembangkan bagaimana ia tampil sebagai orang lain. Kedua, individu membayangkan bagaimana penilaian orang lain terhadap penampilannya. Ketiga, individu mengembangkan perasaan diri seperti  malu, bangga, sebagai akibat dari penilaian orang lain terhadap dirinya (Suneki & Haryono, 2012). Dengan demikian, kesan tentang apa yang orang lain pikirkan tentang seseorang menjadi suatu hal yang sangat penting. Seseorang akan berusaha keras untuk mendapatkan umpan balik tentang bagaimana orang lain melihatnya dengan memposting foto mereka di media sosial, agar orang lain dapat  menilai daya tarik mereka. Beberapa peneliti berpendapat bahwa fungsi  utama harga diri adalah sebagai “sosiometer” internal-ukuran popularitas atau nilai relatif seseorang di antara orang lain.

Kesimpulan

Teori Dramaturgi sangat menekankan dimensi ekspresif aktivitas manusia di media sosial. Dapat kita cermati seringkali individu berperilaku sangat dramatis di media sosial, tak terkecuali remaja. Pendekatan ini  juga menjelaskan bahwa ketika manusia berinteraksi, ia ingin mengelola pesan yang diharapkan tumbuh pada orang lain. Perilaku yang amat dramatis di media sosial memiliki dampak yang kurang baik terhadap ruang gerak diri sendiri. Menurut penulis, perilaku dramatis berkepanjangan  dapat  membatasi ruang gerak dan ekspresi diri yang sebenarnya, sebab kita jadi cenderung terlalu memikirkan ekspektasi orang lain demi  meningkatkan eksistensi diri.  Padahal,  itu tak sesuai dengan realita yang ada. Hal ini selaras dengan salah satu quote dari Marc Jacobs, “Semua orang ingin menjadi selebritas, itulah sebabnya kita memiliki fenomena media sosial ini, di mana tidak ada yang ingin menjadi pribadi. Kita semua ingin ‘dilihat’.”

REFERENSI

Hafsa Syahrain Sadiqa (2021). Penggunaan Instagram Sebagai Bentuk Eksistensi Diri Pada Remaja. [online] kumparan. Available at: https://kumparan.com/hafsa-syahrain/penggunaan-instagram-sebagai-bentuk-eksistensi-diri-pada-remaja-1v0deButB4C/1 [Accessed 1 Aug. 2022].

Mutia, A., 2013. HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL TERHADAP KUALITAS TIDUR REMAJA DI SMAN 3 SIAK. Repository Universitas Riau. Available at: http://repository.unri.ac.id:80/handle/123456789/4298 [Accessed 28 Sept. 2022].

Mahendra, B., 2017. EKSISTENSI SOSIAL REMAJA DALAM INSTAGRAM (SEBUAH PERSPEKTIF KOMUNIKASI). Jurnal Visi Komunikasi, [online] 16(01), pp.151-160. Available at: <http://download.garuda.kemdikbud.go.id> [Accessed 19 July 2022].

Retasari Dewi and Preciosa Alnashava Janitra (2018). DRAMATURGI DALAM MEDIA SOSIAL: SECOND ACCOUNT DI INSTAGRAM SEBAGAI ALTER EGO. Jurnal Ilmu Komunikasi (JKMS), [online] 7(1), pp.340–347. Available at: https://jkms.ejournal.unri.ac.id/index.php/JKMS/article/view/5671 [Accessed 2 Aug. 2022].

Setianingsih, et al. 2015. Comparison of Adolescent Self-Concept Who Have Single Parents Men and Women in SMA 76 Jakarta. Jurnal FamilyEdu, [online] 1(2). Available at: <https://ejournal.upi.edu/index.php/familyedu/article/view/4772> [Accessed 31 July 2022].

Setiawan, E. (2012). Arti kata eksistensi – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. [online] Kbbi.web.id. Available at: https://kbbi.web.id/eksistensi [Accessed 31 Jul. 2022].

Suneki, S., 2012. PARADIGMA TEORI DRAMATURGI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL. Jurnal Ilmiah CIVIL, [online] II(2). Available at: <https://core.ac.uk/download/pdf/234022407.pdf> [Accessed 4 August 2022].

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *