Pentingnya Menjadi Kritis dalam Menyikapi Pemberitaan: Sebuah Pelajaran dari Konflik Israel-Palestina

Ditulis oleh: Satria Tesa Vici Andi
Disunting oleh: Wulan Faraditha
Ilustrasi oleh: Lisa Kalystari

Hari raya Idul Adha tahun ini terasa suram bagi warga Palestina yang masih diselimuti rasa duka kehilangan orang-orang yang dicintainya pada konflik Israel-Palestina dua bulan yang lalu tepatnya saat bulan Ramadan. Hal tersebut dirasakan oleh Mahmoud Issa (73) yang kehilangan putrinya Manar (39) dan cucunya, Lina (13) yang terbunuh oleh misil Israel yang menghancurkan rumahnya di kamp pengungsian Bureij pada 13 Mei 2021 lalu saat hari raya Idul Fitri (Al-mughrabi, 2021). Keadaan seperti ini menempatkan warga Palestina untuk merasakan dua hari raya terburuk di tahun ini.

Kembali pada bulan Ramadhan di saat konflik Israel-Palestina kembali mulai berkecamuk. Bulan Ramadhan harusnya menjadi penantian seluruh umat Muslim yang menandakan umat Muslim telah meraih “kemenangan” atau biasa dikenal dengan Hari Raya Idul Fitri serta diisi dengan tradisi perayaan-perayaan. Alih-alih menjadi momen di mana banyak warga Palestina bahkan maupun Israel mengalami kehilangan harta, benda, dan nyawa. Dikarenakan pecahnya konflik di antara keduanya selama 2 minggu dan 1 hari, tepatnya 6 hingga 21 Mei 2021. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa sebab:

Pertama, dikarenakan putusan pengadilan Israel atas penggusuran warga Palestina di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur (International Crisis Group, 2021). Kedua, penutupan Gerbang Damaskus yang menjadi tempat berkumpul secara tradisional bagi warga Palestina (Agence France Presse, 2021). Ketiga, pembatasan dan penyerangan Masjid al-Aqsa oleh polisi Israel (Palmer, 2021). 

Konflik ini menimbulkan ketegangan yang sangat intens, yang memunculkan kegeraman dari berbagai  pihak, baik  Palestina, Israel, hingga masyarakat internasional. Respons yang dihasilkan atas pecahnya konflik memengaruhi bagaimana seseorang menyerap informasi yang beredar di media secara cepat dan masif. Hal ini meningkatkan besarnya peluang bagi masyarakat di berbagai belahan dunia dalam menerima informasi yang dapat menyesatkan tanpa disadari, sehingga dapat berdampak sangat buruk dalam membentuk pola pikir masyarakat terhadap konflik ini. Oleh karena itu, ditemukan hoaks dan manipulasi informasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab pada konflik di Hari Raya Idul Fitri tersebut.

Pemberitaan hoaks kerap kali muncul secara disengaja maupun tidak. Pemberitaan hoaks yang secara sengaja ditujukan merugikan atau menipu (disinformasi) merupakan bentuk dari siasat perang (Jackson, 2020). Meminjam perkataan Sun Tzu di dalam bukunya Art of War bahwa “semua peperangan didasarkan pada tipu daya”. Siasat disinformasi seperti di atas, tentu mempunyai preseden di sejarah dunia, contohnya, siasat ini pernah digunakan oleh Rusia di Georgia untuk mendiskreditkan demokrasi dan mengadu domba warga lokal dengan menyebarkan kabar palsu di Georgia melalui metode pengunggahan  ulang postingan  yang sudah lama terjadi lalu digunakan di situasi dan waktu yang berbeda (Jackson, 2020).  Sebagai salah satu bentuk dari informasi yang menyesatkan, hoax atau pemberitaan palsu, seringkali digunakan sebagai senjata utama oleh para pelakunya dengan tujuan membenturkan satu elemen dan elemen lainnya secara horizontal maupun vertikal – dalam konteks ini, antara Palestina dan Israel. Pelaku pemberitaan palsu tentu tidak hanya berasal dari individu di masyarakat ataupun media bodong tetapi juga aktor politik demi mendukung kepentingannya. Mengambil contoh,  Juru Bicara Perdana Menteri Israel, yaitu Ofir Gendelman kepada pengikutnya di Twitter (Elms & Burgess, 2021; Frenkel, 2021). Dia mengatakan dalam cuitannya bahwa “⅓ dari 25+ roket jatuh di Jalur Gaza, membunuh warga Palestina”. Dia juga menambahkan bahwa “ini adalah bukti kejahatan perang oleh Hamas”. Cuitan tersebut dilengkapi dengan video 28 detik yang meliput militan yang menembakkan roket ke sebuah bangunan. Video tersebut merupakan cuplikan yang dapat ditemukan di Youtube pada tahun 2018. Bahkan peristiwa tersebut tidak terjadi di Gaza, melainkan di kota Daraa, Suriah. Motif sebenarnya dari cuitan tersebut masih belum diketahui. Meskipun cuitan tersebut sudah dihapuskan setelah Twitter memberikan peringatan “media manipulation”, namun cuitan tersebut sudah terlanjur tersebar serta adanya jejak digital sehingga dapat memantik munculnya kemarahan, penggiringan opini, dan manipulasi media terhadap militan Palestina.

Pemberitaan palsu juga dilontarkan oleh New York Post pada 11 Mei 2021 di Twitter yang menuduh militan Hamas melakukan serangan udara pada Jalur Gaza yang membunuh 20 warga, termasuk 9 anak-anak (Daily Sabah, 2021). Padahal situasi yang sebenarnya terjadi adalah Jalur Gaza yang merupakan bagian dari wilayah teritorial Palestina di bawah pemerintahan Hamas, menjadi target serangan udara yang diluncurkan oleh Israel. Kejadian tersebut menimbulkan kebingungan di jagad media maya dalam mengikuti pemberitaan mengenai konflik antara Palestina-Israel.

Hoaks lainnya yang lagi-lagi disebarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, kali ini demi menyerang Israel. Seorang ulama dari Kashmir memposting foto mengenai seorang jurnalis yang menangis di luar Masjid al Aqsa saat mengabadikan foto (Elms & Burgess, 2021). Masjid al Aqsa tampak berantakan dengan sisa kerusuhan antara polisi Israel dan demonstran dari Palestina. Namun, faktanya foto tersebut adalah foto yang menangkap momen emosional seorang fotografer saat pelaksanaan Asian Cup di tahun 2019. 

Pemberitaan-pemberitaan di atas hanyalah segelintir dari hoaks yang tersebar secara luas di media massa. Kebohongan-kebohongan semacam ini bisa sangat berbahaya karena dapat tersebar dengan sangat cepat, ratusan hingga ribuan kali, melalui platform media sosial seperti Twitter, Facebook, hingga grup-grup di WhatsApp dan Telegram yang hanya memicu sentimen dan kebencian yang tidak diperlukan dan tidak memberikan manfaat dalam penyelesaian konflik ini. Menurut Arieh Kovler, seorang analis politik dan peneliti independen di Yerusalem yang mempelajari mengenai misinformasi, banyaknya rumor yang berkembang di media sosial sosial tersebut disebabkan oleh masyarakat sangat ingin berbagi informasi mengenai situasi yang sedang berlangsung. Hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan dengan bercampurnya informasi palsu dan hal-hal yang asli yang saling dikaitkan dengan tempat atau waktu yang salah.

Bagaimana kita menyikapi pemberitaan atas suatu konflik?

Dalam menghadapi pemberitaan yang beredar, sangat penting bagi masyarakat untuk bersikap skeptis terhadap informasi yang didapat, kemudian melakukan fact-checking sebelum menyebarkan kembali informasi tersebut. Fact checking dapat dimulai dengan adanya keinginan untuk membaca pemberitaan berulang kali untuk memahaminya. Kemudian mencari informasi dari media-media yang terpercaya dan mencocokkan referensi-referensi yang berkaitan dengan pemberitaan yang disebarkan dari sumber yang masih dipertanyakan kredibilitasnya.  Penting bagi kita semua untuk mengetahui duduk permasalahannya terlebih dahulu, jika benar-benar ingin membagikannya di media sosial atau menceritakannya kepada orang terdekat. Pemberitaan palsu yang dikombinasikan dengan kegeraman atas suatu peristiwa dapat menimbulkan adanya dorongan masyarakat untuk bertindak, misalnya aksi provokasi, kerusuhan, dan bullying di media sosial yang sangat mungkin adalah wujud dari kemarahan publik yang salah sasaran. Itulah yang diinginkan oleh penyebar berita palsu. 

Maka dari itu, sangat penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi media demi menghindari pemberitaan palsu yang dapat memperkeruh situasi. Melakukan fact-checking sebuah pemberitaan dapat mengantisipasi “latah” dalam menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya. Dengan begitu kita dapat mencegah informasi-informasi palsu provokatif yang bersifat destruktif pada kondusifitas masyarakat. Maka dari itu,  kedamaian dapat tercipta dengan kecerdasan literasi media yang tertanam di masyarakat untuk dapat memilah informasi sehingga tidak terjerumus ke dalam bagian propaganda yang hanya memuat  kepentingan segelintir pihak.

REFERENSI

Agence France Presse. 2021. ‘Silence is not an option’ in east Jerusalem for Palestinians.  France 24. https://www.france24.com/en/live-news/20210509-silence-is-not-an-option-in-east-jerusalem-for-palestinians. Diakses 14 Juli 2021.

Al-mughrabi, N. 2021. After war with Israel, a grieving Gaza marks Eid Al-Adha holiday. Reuters. https://www.reuters.com/world/middle-east/after-war-with-israel-grieving-gaza-marks-eid-al-adha-holiday-2021-07-18/. Diakses 19 Juli 2021.

Daily Sabah. 2021. NY Post pins Gaza strikes on Hamas despite lack of air force. Daily Sabah. https://www.dailysabah.com/world/mid-east/ny-post-pins-gaza-strikes-on-hamas-despite-lack-of-air-force. Diakses 15 Mei 2021.

Elms, V., & Burgess, S. 2021. Warnings on social media as ‘manipulated’ photos and videos about Israel-Gaza conflict go viral. Sky News. https://news.sky.com/story/footage-from-syria-in-2018-among-inaccurate-videos-circulating-about-israel-gaza-conflict-12305589. Diakses 15 Mei 2021.

Frenkel, S. 2021. Lies on Social Media Inflame Israeli-Palestinian Conflict. The New York Times. https://www.nytimes.com/2021/05/14/technology/misinformation-israeli-palestinian-conflict.html?auth=link-dismiss-google1tap. Diakses 15 Mei 2021.

International Crisis Group. 2021. The Israel-Palestine Crisis: Causes, Consequences, Portents. https://reliefweb.int/report/occupied-palestinian-territory/israel-palestine-crisis-causes-consequences-portents. Diakses 14 Juli 2021.

Jackson, J. 2020. Bagaimana Rusia Melancarkan Perang Disinformasi di Georgia. DW. https://www.dw.com/id/perang-disinformasi-rusia-di-georgia/a-55650162. Diakses 15 Mei 2021.Palmer, E. 2021. Israel strikes Gaza, Hamas fires rocket after hundreds of Palestinians wounded in clashes. CBS News. https://www.cbsnews.com/news/israel-gaza-violence-palestinians-wounded-2021-05-10/. Diakses 14 Juli 2021.

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *