
Ditulis oleh: Fauzan Abdul
Disunting oleh: Zania R Putri
Ilustrasi oleh: Pricharia Via
“Jakarta Tenggelam”, tulis sebuah poster usang di dinding kereta. Di balik bentang biru poster itu aku sekilas melihat yang dulu berdiri di tempatnya. Rumah, sekolah, pasar. Dan aku, enam tahun, mungkin juga tujuh. Berdiri di hadapan garis air, menunggu sebelah sandal yang hanyut saat laut merayap di depan mata. Namun garis itu terus melebar. Perlahan, tanpa hilang sabar, hingga akhirnya gunung berubah menjadi pantai, terengkuh oleh lautan tanpa dasar. Sandal itu tak kunjung kembali.
Bapak dulu bilang setiap yang hilang pasti akan diganti. Namun ia sudah tak lagi ada di sini. Dan kehidupan terus berjalan. Dan laut terus meninggi. Dan…
“Sesaat lagi kereta Anda akan tiba di Stasiun Sudirman Baru.”
…Dan kita memang tak pernah peduli.