
Ditulis oleh: Ghafi Reyhan
Disunting oleh: Fauzan Abdul
Ilustrasi oleh: Btari Indira
Cinta, harta, dan takhta. Ketiga hal tersebut kerap menjadi jawaban ketika pertanyaan “Apa yang paling diinginkan dalam kehidupan?” dilayangkan. Namun bagi beberapa orang, termasuk seorang pengusaha mebel yang beralih profesi menjadi seorang politisi dan berhasil menapaki tangga kekuasaan dalam waktu yang tergolong singkat, menciptakan sebuah legacy dapat menjadi hal yang paling diinginkan dalam kehidupan. Sejatinya, setiap orang menginginkan legacy yang mereka tinggalkan memiliki dampak yang positif untuk masyarakat. Sayangnya, kadang kala, sebuah legacy yang memiliki niat termulia sekalipun dapat menjadi petaka bagi orang banyak. Pertanyaannya, apakah RUU Cipta Kerja Jokowi akan menjadi demikian?
Omnibus Law Buah Hati Jokowi
Bisa dikatakan, salah satu legacy yang ingin ditinggalkan Jokowi adalah menyambangi Soeharto sebagai begawan pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti yang tercermin dalam janji Jokowi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7% pada 2014 silam (Idris, 2020). Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode kepresidenan pertama Jokowi stagnan di kisaran 5% (Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, 2018).
Meskipun pada periode pertama kepresidenan Jokowi berbagai proyek pembangunan infrastruktur dilakukan (Kuwado, 2018) dan terdapat kenaikan investasi sebesar 48,5% (Jayani, 2020), pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan pada kisaran 5% diperkirakan diakibatkan oleh ketidakpastian hukum, kerumitan birokrasi, dan tumpang tindih regulasi (Akbar, 2020). Bagi pemerintah, solusi masalah ini adalah Omnibus Law RUU Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang disahkan bersama DPR pada Senin, 5 Oktober 2020.
Omnibus Law tersendiri adalah sebuah legislasi yang bertujuan untuk mengamandemen beberapa undang-undang lintas sektor (Djalil, 2017) atau meleburkan beberapa aturan menjadi satu dan meletakkannya di bawah satu payung hukum (Idris, 2020). Dalam isinya, Omnibus Law dapat mencabut atau mengubah ketentuan undang-undang terdahulu, mendelegasikan kewenangan regulasi, menentukan pembebanan sanksi pidana, dan lain-lain (Asshiddiqie, 2006, p.147).
Omnibus Law menjadi salah satu komponen Prolegnas 2020. Selain RUU Ciptaker, terdapat tiga Omnibus Law lain dalam Prolegnas 2020 yaitu RUU Ibu Kota Negara, RUU Kefarmasian, dan RUU Perpajakan. Namun, esai ini hanya akan menyorot RUU Ciptaker yang membahas 11 klaster perekonomian contohnya penyederhanaan perizinan usaha, ketenagakerjaan, dan UMKM (Kunjana, 2020).
Kenapa Sekarang?
Beberapa pihak berpendapat bahwa pengesahan RUU Ciptaker di tengah pandemi menunjukkan kurangnya kepekaan pemerintah terhadap kondisi masyarakat dan sebagai upaya untuk meminimalisir oposisi masyarakat terhadap RUU Ciptaker. Namun bila ditilik melalui perspektif yang lebih optimis, pengesahan RUU Ciptaker di tengah pandemi dapat dikaitkan dengan kebijakan disiplin fiskal Indonesia yang ditiadakan sementara sampai tahun 2022 (Suwiknyo, 2020) untuk mengatasi dampak COVID-19.
Pemberlakuan kembali disiplin fiskal pada 2022 berarti pemerintah harus memangkas pengeluaran seperti bantuan sosial dan stimulus ekonomi untuk mengembalikan defisit anggaran ke ambang batas. Pengurangan bantuan sosial dan minimnya lowongan kerja pada saat yang bersamaan akan menimbulkan masalah besar bagi para pengangguran. Sebagai alternatif dari bantuan sosial, pemerintah mengesahkan RUU Ciptaker dengan harapan investasi akan meningkat sehingga ketersediaan lowongan kerja telah bertambah secara signifikan ketika bantuan sosial dipangkas.
Menuju Ekonomi Gotong Royong
RUU Ciptaker tidak sebatas dijadikan obat bagi masalah yang dihadapi UMKM akibat pandemi. Lebih dari itu, RUU Ciptaker berupaya mendorong pendirian lebih banyak UMKM dan mendongkrak lebih jauh peran UMKM dalam ekonomi melalui penyederhanaan regulasi pendirian UMKM, bimbingan pemerintah dalam mendapatkan sertifikasi, dan mendorong kerja sama dengan perusahaan besar (Febian, 2020). UMKM tidak hanya melayani permintaan domestik dan rumah tangga, namun secara bertahap mulai berorientasi ekspor.
Ada beberapa faktor yang menegaskan hal ini. Pertama adalah kemudahan regulasi yang diberikan pemerintah oleh UMKM. Urusan administratif seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), izin edar, dan sertifikasi halal telah menjadi masalah besar bagi UMKM dan membatasi UMKM dalam memperluas pasar serta meningkatkan produktivitas. Melalui kemudahan regulasi, pemerintah berharap UMKM akan bertumbuh pesat.
Faktor lain adalah kerja sama antara UMKM dengan perusahaan-perusahaan besar. Akses terhadap kapital, baik modal maupun teknologi produksi, merupakan salah satu masalah yang dihadapi UMKM. Padahal, akses pada kapital memiliki peran yang penting dalam membantu UMKM berorientasi ekspor. Untuk mengatasi masalah ini, RUU Ciptaker membuat kerjasama berbasis kemitraan antara UMKM dengan perusahaan besar dan menyediakan Dana Alokasi Khusus untuk memudahkan akses UMKM ke tambahan modal.
Secara tidak langsung, kerja sama antara UMKM dengan perusahaan besar dan pemerintah adalah sebuah interpretasi ekonomi gotong royong yang menekankan kolaborasi antara pihak-pihak berbeda untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Meskipun secara sekilas hubungan ini dapat dilihat sebagai sebuah parasitisme bagi perusahaan besar, pada jangka panjang keuntungan tambahan yang diraup UMKM sebagai hasil dari peralihan menjadi usaha berorientasi ekspor akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga juga akan meningkatkan penjualan perusahaan besar.
Ada apa dengan Ekonomi Kita?
Untuk mencapai pembangunan ekonomi jangka panjang dan menyeluruh, perkembangan sektor UMKM saja tidaklah cukup. Wapres ke-11 Indonesia, Boediono, pernah mengutarakan bahwa beberapa aspek utama pembangunan ekonomi yang dapat dipelajari dari negara-negara Asia Timur adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan sistem birokrasi (Hill & Negara, 2018). Infrastruktur telah berhasil dikembangkan pada periode pertama kepresidenan Jokowi, namun sistem birokrasi dan kualitas SDM memiliki cerita lain.
Kualitas SDM dapat dicerminkan Human Development Index (HDI) yang didasarkan pada beberapa faktor seperti pendidikan dan kesehatan. Peringkat HDI dan Education Index Indonesia masih terbilang cukup rendah, menempati peringkat 111 dari 189 negara dan lebih rendah dibanding beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand dan Malaysia (UNDP, 2018).
HDI dan Education Index dapat mencerminkan keterampilan dan keahlian yang dimiliki tenaga kerja Indonesia sehingga mempengaruhi produktivitas dan output dunia usaha. Masalahnya, ketika investasi digelontorkan namun kualitas SDM masih terbatas, maka produktivitas dan output akan stagnan. Stagnasi dari segi produktivitas dan output dunia usaha akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi, membatasi ekonomi untuk tumbuh secara signifikan meskipun terjadi peningkatan investasi.
Keadaan birokrasi Indonesia tidak jauh berbeda dengan HDI Indonesia. Berdasarkan sebuah survei yang dilaksanakan World Economic Forum pada 2017 silam, korupsi dan inefisiensi birokrasi menjadi masalah utama penghambat bisnis di Indonesia karena menimbulkan ketidakpastian bagi para pengusaha, baik dalam segi perluasan usaha maupun pelaksanaan kegiatan usaha.
Singkat kata, permasalahan utama bukanlah jumlah investasi di Indonesia namun faktor-faktor yang menentukan besarnya dampak investasi seperti kualitas SDM dan birokrasi.
Lalu RUU Ciptaker Solusinya?
Sebenarnya, pemerintah memahami bahwa birokrasi adalah salah satu masalah utama perekonomian Indonesia. Namun, RUU Ciptaker bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Melalui penyingkatan regulasi dan sentralisasi, RUU Ciptaker hanya menghindari masalah namun tidak menyelesaikan masalah. RUU Ciptaker berupaya melewati kerumitan birokrasi tapi tidak serta merta meningkatkan efisiensi birokrasi. Umpamanya ketika ada jalan utama yang rusak, tugas pemerintah adalah untuk memperbaiki jalan tersebut dan bukan membuat jalan pintas.
Sentralisasi bisa mengakibatkan masalah baru. Pada sebuah konferensi daring antara Ketua KPK dengan para kepala daerah, ditunjukkan bahwa angka korupsi tertinggi terjadi di Pemerintah Pusat. Sebab itu, sentralisasi yang menumpukan pemberian izin regulasi pada Pemerintah Pusat tidak serta merta akan mengurangi korupsi dan memberikan kepastian lebih pada dunia usaha karena Pemerintah Pusat sendiri tidak bersih dari korupsi.
RUU Ciptaker mungkin bisa menjadi solusi sementara, namun tidak untuk jangka panjang. Birokrasi yang berbelit tidak hanya berdampak pada ekonomi namun juga mempengaruhi faktor-faktor lain seperti implementasi kebijakan, kehidupan masyarakat, dan menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi; menumbuhkan anggapan bahwa melalui korupsi kesulitan dalam pengurusan birokrasi dapat diselesaikan.
Dari segi penyingkatan regulasi seperti penggabungan izin lingkungan (AMDAL) dengan Perizinan Berusaha, tindakan tersebut tidak serta merta akan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan izin lingkungan dan Perizinan Berusaha yaitu tingginya harga perizinan. Menurut Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim, penyederhanaan proses perizinan hanya akan menjadi solusi yang efektif bila berhasil menyelesaikan masalah utama proses perizinan, yaitu penyalahgunaan kekuasaan oleh birokrat berwenang yang mengakibatkan tingginya harga perizinan usaha (Antara, 2019). Dengan kata lain, penyederhanaan regulasi harus didampingi perbaikan birokrasi dan pembasmian korupsi.
Jadi RUU Ciptaker untuk Apa?
RUU Ciptaker memiliki potensi besar untuk menggerakkan UMKM dan melandasi terciptanya ekonomi gotong royong. Meskipun begitu, RUU Ciptaker bukanlah sebuah solusi yang efektif untuk mendorong perkembangan ekonomi Indonesia di jangka panjang dan jawaban untuk hambatan-hambatan investasi di Indonesia. Seperti yang diutarakan sebelumnya, kualitas SDM, tingkat korupsi, dan efisiensi birokrasi memiliki peranan yang sama penting dengan jumlah regulasi dalam menarik investor asing karena mencerminkan produktivitas tenaga kerja dan performa pemerintah. Lebih dari itu, banyaknya pertentangan dari berbagai elemen masyarakat terhadap RUU Ciptaker dapat menandakan bahwa dampak positif RUU Ciptaker tidak sebesar yang diharapkan pemerintah.
REFERENCE LIST
Akbar, C., 2020. Mahfud Md Sebut Rumitnya Birokrasi Bikin Investor Frustrasi. Tempo. Available at: https://bisnis.tempo.co/read/1369112/mahfud-md-sebut-rumitnya-birokrasi-bikin-investor-frustrasi [Accessed October 16, 2020].
Antara. (2019). “Emil Salim: Birokrasi yang Buat IMB dan Amdal Mahal Harus Dihapus”, TEMPO, 3 Desember. Available at: https://bisnis.tempo.co/read/1279580/emil-salim-birokrasi-yang-buat-imb-dan-amdal-mahal-harus-dihapus [Accessed October 27, 2020]
Asshiddiqie, J., 2006. Perihal Undang Undang, Jakarta : Konstitusi Press.
Boediono (2019). Foreword: Lessons for Indonesia from East Asia. H. Hill & S. Negara (Eds.), The Indonesian Economy in Transition: Policy Challenges in the Jokowi Era and Beyond (1st Edition., pp. 57-87). ISEAS.
Djalil, S., 2017. Menimbang Konsep Omnibus Law Bila Diterapkan di Indonesia. hukumonline.com. Available at: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58a6fc84b8ec3/menimbang-konsep-omnibus-law-bila-diterapkan-di-indonesia/ [Accessed October 16, 2020].
Febian, L., 2020. RUU Cipta Kerja Segera Disahkan, Ini Dampaknya Buat UMKM. CNBC Indonesia . Available at: https://www.cnbcindonesia.com/news/20201001092601-4-190778/ruu-cipta-kerja-segera-disahkan-ini-dampaknya-buat-umkm [Accessed October 16, 2020].
Anon, Human Development Reports. Education index . Available at: http://hdr.undp.org/en/content/education-index [Accessed October 16, 2020].
Idris, M., 2020. Masih Bingung Apa Itu Omnibus Law? Halaman all. KOMPAS.com. Available at: https://money.kompas.com/read/2020/02/18/160300026/masih-bingung-apa-itu-omnibus-law?page=all [Accessed October 16, 2020].
Idris, M., 2020. Janji Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Jokowi yang Tak Pernah Terealisasi Halaman all. KOMPAS.com. Available at: https://money.kompas.com/read/2020/02/05/190100726/janji-pertumbuhan-ekonomi-7-persen-jokowi-yang-tak-pernah-terealisasi?page=all [Accessed October 16, 2020].
Jayani, D., 2020. Realisasi Investasi Indonesia 2019 Naik 48,4% dalam 5 Tahun. Databoks. Available at: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/01/29/realisasi-investasi-indonesia-2019-naik-484-dalam-5-tahun [Accessed October 16, 2020].
Kunjana, G., 2020. 11 Klaster Omnibus Law Ciptaker. Investor.id. Available at: https://investor.id/business/11-klaster-omnbus-law-ciptaker#:~:text=(1)%20penyederhanaan%20perizinan%2C%20(,%2C%20(11)%20kawasan%20ekonomi.
Kuwado, F., 2018. 4 Tahun Jokowi-JK dan Catatan Pembangunan Infrastruktur Halaman all. KOMPAS.com. Available at: https://nasional.kompas.com/read/2018/10/20/14144381/4-tahun-jokowi-jk-dan-catatan-pembangunan-infrastruktur?page=all [Accessed October 16, 2020].
Suwiknyo, E., 2020. Defisit APBN Naik di Atas 3 Persen, Batas Toleransi Pra-Covid Terlampaui: Ekonomi. Bisnis.com. Available at: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200922/10/1294912/defisit-apbn-naik-di-atas-3-persen-batas-toleransi-pra-covid-terlampaui [Accessed October 16, 2020].Anon, 2018. Tertinggi Sejak 2014, BPS: Pertumbuhan Ekonomi 2017 Capai 5,07%. setkab.go.id. Available at: https://setkab.go.id/tertinggi-sejak-2014-bps-pertumbuhan-ekonomi-2017-capai-507/ [Accessed October 16, 2020].