
Ditulis oleh: Radinka Erriad
Disunting oleh: Alice Pricillya
Ilustrasi oleh: Amodia
Maraknya kejahatan siber dan penyalahgunaan ruang digital Indonesia telah menjadikan transaksi elektronik suatu hal yang dipantau erat oleh pemerintah. Secara singkat, transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh siapapun dengan menggunakan media elektronik. Dimulai dari penggunaan jejaring sosial seperti Facebook, blog mikro seperti Twitter, layanan berbagi media seperti YouTube maupun layanan forum seperti Quora, kita sebagai pengguna media elektronik harus bersikap bijak.
Maka dari itu, untuk mengatur kelancaran ruang digital, UU ITE yang diluncurkan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008 (yang kemudian diubah pada tahun 2016) dihadirkan sebagai tolak ukur untuk memantau dan mengatur hal-hal apa saja yang layak disebarluaskan di dunia maya. Secara umum, hal-hal yang tidak diperkenankan untuk disebarluaskan antara lain adalah konten pornografi, judi, fitnah, pemerasan, ancaman kekerasan pada orang lain serta ujaran kebencian. Meski sudah diakui keberadaanya, masih saja banyak yang mengabaikan UU ITE dan konsekuensinya. Lantas, apakah ada yang salah dengan UU tersebut sehingga masyarakat masih saja suka melanggarnya?
Tentu saja masyarakat Indonesia setidaknya pernah mendengar berita mengenai kasus pelanggaran UU ITE. Kita ambil salah satu contoh yang paling sering dijumpai, yaitu ujaran kebencian. Walau dapat terjadi kepada siapapun, yang sering disorot oleh media adalah ujaran kebencian yang ditujukan kepada figur publik. Misalnya, pada tahun 2017, nama Ropi Yatsman tiba-tiba menjadi nama yang dikenal banyak warga. Konon, Ropi Yatsman tersangkut kasus ujaran kebencian setelah melakukan penghinaan terhadap pemerintah dan Presiden Jokowi melalui akun Facebook palsu mengatasnamakan Agus Hermawan dan Yasmen Ropi. Ia diketahui mengedit foto meme Presiden Jokowi serta pejabat lainnya seperti Ahok. Terlebih dari itu, Ropi juga menyebarluaskan foto meme ke grup Facebook yang bernama ‘Keranda Jokowi Ahok’. Ropi Yatsman ditangkap oleh Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto yang juga menyatakan, “Grup Facebook yang dikelola tersangka ini sering kali memuat konten-konten negatif yang mendiskreditkan pemerintah.” (Merdeka, 2017). Perbuatan Ropi melanggar Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang melarang “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).” Sebagai konsekuensinya, ia dijatuhkan hukuman penjara 15 bulan, dan akun Facebook serta email yang ia gunakan diamankan. Setelah diperiksa, Ropi mengakui bahwa alasannya melakukan tindakan tersebut dikarenakan ia tidak menyukai pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden Jokowi.
Walau alasan di balik pelanggaran UU ITE bervariasi, bisa disimpulkan bahwa salah satu alasan mengapa UU ITE masih diabaikan adalah banyaknya masyarakat yang tidak menyadari jika perbuatan di ruang digital mudah dikupas dan dapat menjerat mereka ke dalam pelanggaran UU ITE. Sebab, beberapa pasal dalam UU ITE masih merupakan pasal karet karena tidak memiliki tolak ukur yang jelas sehingga bisa ditafsirkan secara luas dan menyangkut kemana-mana. Bahkan, UU ITE juga dinilai belum konkrit. Contoh pasal karet UU ITE adalah Pasal 27 Ayat 3 yang akan menghukum, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Pasal UU ITE ini dianggap sebagai pasal karet karena tidak menuliskan secara jelas apa saja yang dianggap menghina dan mencemarkan nama baik, dan setiap individu memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Keambiguan ini dikhawatirkan dapat menjerat siapapun yang beropini terhadap orang lain. (Bisnis, 2020). Menggunakan kata-kata dari Pakar Hukum Tata Negara, Margarito, “Harus konkret. Misal pasal ‘barang siapa menghina orang menggunakan teknologi informasi akan dihukum dengan sekian…’. Kata ‘menghina’ itu barang apa? Itu multitafsir. Tafsirnya banyak. Ente bilang begini, dia bilang begitu. Kacaunya negara ini,” (Detik News, 2019). Tidak sedikit pakar hukum yang berharap agar UU ITE ditinjau lagi untuk memperjelas penafsiran pasal-pasal tertentu.
Alasan lain mengapa masih banyak terjadinya pelanggaran UU ITE adalah banyak yang menganggap UU ITE merosotkan kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia. Salah satu pasal yang kerap akrab didengar oleh rakyat Indonesia adalah Pasal 28 Ayat (2) mengenai ujaran kebencian. Pasal ini jugalah yang digunakan untuk memvonis Ahmad Dhani selama 1 tahun dan 6 bulan di penjara saat twit yang ia tulis di Twitter dianggap mengandung unsur kebencian yang berpotensi memecah belahkan masyarakat. Bukannya memberikan dukungan atas sikap tegas pemerintah, namun Direktur Program ICJR Erasmus Napitupulu justru berkata lain. Menurutnya, vonis yang dijatuhkan hakim kepada Ahmad Dhani menambah rentetan panjang korban dari pasal karet UU ITE. Ia pun juga sempat meminta pemerintah untuk mengulas ulang pasal-pasal UU ITE, dalam kasus ini, Pasal 28 Ayat (2) karena berpotensi mengancam kebebasan berekspresi rakyat Indonesia. (Merdeka, 2019). Pemikiran yang sama juga ditunjukkan oleh salah satu artikel di Berita Satu, “UU ITE cenderung digunakan untuk memberangus kebebasan berpendapat dan membungkam kritik.” Kebebasan mengutarakan pendapat dan kritik seakan akan dipersulit, padahal negara Indonesia adalah negara demokrasi. Yang secara definisi mengartikan kebebasan rakyat mengeluarkan pendapat sebab seluruh rakyat seharusnya diikutsertakan dalam segala pengambilan keputusan. Ironisnya, setelah perjuangan mati-matian di era reformasi 1998 demi kebebasan berekspresi, UU ITE justru malah mengancam hal tersebut. Lagi lagi membuat UU ITE terkesan tidak konkrit dan belum cukup jelas.Walau telah dilakukan pembahasan revisi UU ITE secara tertutup oleh pemerintah, sampai sejauh ini, belum ada tindakan konkrit lebih lanjut yang dilakukan untuk menanggapi kritik dan pendapat masyarakat mengenai penafsiran pasal-pasal UU ITE. Masyarakat juga seakan-akan tidak tahu ataupun menghiraukan pembatas antara mengutarakan pendapat dan menyampaikan perkataan yang mendorong kebencian. Sembari menunggu ataupun mendesak agar pasal karet dan ambigu diperjelas, tidak ada salahnya bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran diri sendiri dalam menggunakan ruang digital dengan bijak mulai sekarang. Salah satu langkah sederhana yang dapat diambil adalah melakukan fact check sebelum memposting apapun. Jika perlu, hal yang ingin di posting dipastikan untuk tidak mengandung unsur kebencian maupun ofensif terhadap SARA. Pendapat yang diutarakan secara sopan akan lebih mudah diterima daripada pendapat yang mengajak berantam. Agar lebih aman, jika tidak yakin terhadap hal yang ingin di posting, alangkah baiknya jika didiskusikan terlebih dahulu dengan teman maupun keluarga. Dari semua hal yang didiskusikan di atas, kita dapat mengambil pelajaran untuk berhati-hati sebelum bertindak daripada menyesali tindakan jika tiba-tiba tindakan tersebut melanggar peraturan.
REFERENSI
Aliansyah, M. (2017), Penyebar Meme Penghina Jokowi Divonis 15 Bulan Penjara, Merdeka [online]. Available at: https://www.merdeka.com/peristiwa/penyebar-meme-penghina-jokowi-divonis-15-bulan-penjara.html [Accessed 14 January 2021]
Anugrahadi, A. (2020), Polda Metro Catat 443 Hoaks Dan Ujaran Kebencian Selama Maret Hingga April 2020, Liputan6 [online]. Available at: https://www.liputan6.com/news/read/4245084/polda-metro-catat-443-hoaks-dan-ujaran-kebencian-selama-maret-hingga-april-2020 [Accessed 14 January 2021]
Astuti, N. (2019), Dinilai Banyak Pasal Multitafsir, Pakar Minta UU ITE Direvisi, Detiknews [online]. Available at: https://news.detik.com/berita/d-4476330/dinilai-banyak-pasal-multitafsir-pakar-minta-uu-ite-direvisi [Accessed 14 January 2021]
Dewi, A. (2017), Jdih.kominfo.go.id [online]. Available at: https://jdih.kominfo.go.id/judicial/unduh/15#:~:text=Bahwa%20ketentuan%20Pasal%2028%20ayat%20(2)%20UU%20ITE%20berbunyi%2C,%2C%20dan%20antargolongan%20(SARA). [Accessed 14 January 2021]
UU ITE: Pasal-Pasal Dan Mereka Yang Terjerat (n.d.), DSLA (Daud Silalahi & Lawencon Associates) [online]. Available at: https://www.dslalawfirm.com/uu-ite [Accessed 14 January 2021]
Firdaus, R. (2019), Melihat Pasal ‘Karet’ Di UU ITE Yang Banyak Makan Korban Termasuk Ahmad Dhani, Merdeka [online]. Available at: https://www.merdeka.com/politik/melihat-pasal-karet-di-uu-ite-yang-banyak-makan-korban-termasuk-ahmad-dhani.html [Accessed 14 January 2021]
Hamid, U. (2019), UU ITE Dan Merosotnya Kebebasan Berekspresi Individu Di Indonesia, The Conversation [online]. Available at: https://theconversation.com/uu-ite-dan-merosotnya-kebebasan-berekspresi-individu-di-indonesia-126043 [Accessed 14 January 2021]
Hidayatullah, S. (2020), Memahami Jenis-Jenis Media Sosial, Marketingcraft.getcraft.com [online]. Available at: https://marketingcraft.getcraft.com/id-articles/memahami-jenis-jenis-media-sosial [Accessed 14 January 2021]
Ini ‘Pasal Karet’ UU ITE Yang Dinilai Bisa Jerat Seseorang Jadi Tersangka (2020), Bisnis [online]. Available at: https://kabar24.bisnis.com/read/20201101/16/1312167/ini-pasal-karet-uu-ite-yang-dinilai-bisa-jerat-seseorang-jadi-tersangka [Accessed 14 January 2021]
11 Kasus Ujaran Kebencian Dan Hoaks Yang Menonjol Selama 2017 (2017), KOMPAS.com [online]. Available at: https://nasional.kompas.com/read/2017/12/24/23245851/11-kasus-ujaran-kebencian-dan-hoaks-yang-menonjol-selama-2017?page=all [Accessed 14 January 2021]
Ningrum, D.J., Suryadi and Wardhana, D.E.C. (2018), Kajian Ujaran Kebencian di Media Sosial. Jurnal Ilmiah Korpus, 2(3), pp.241–252.
PRAHASSACITTA, V. (2019), KONSEP KEJAHATAN SIBER DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA, Business Law [online]. Available at: https://business-law.binus.ac.id/2019/06/30/konsep-kejahatan-siber-dalam-sistem-hukum-indonesia/ [Accessed 14 January 2021]
Sitompul, J. (2018), Pasal untuk Menjerat Penyebar Kebencian SARA di Jejaring Sosial, Hukum Online [online]. Available at: https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4fb9207f1726f/interprestasi-pasal-28-ayat-2-undang-undang-no-11-tahun-2008-tentang-informasi-transaksi-elektronik/ [Accessed 14 January 2021]
Sitompul, J. (2017), Bareskrim Tangkap Penyebar Meme Penghina Jokowi Di Facebook, Merdeka [online]. Available at: https://www.merdeka.com/peristiwa/bareskrim-tangkap-penyebar-meme-penghina-jokowi-di-facebook.html [Accessed 14 January 2021]
Sukoyo, Y. and Masaharu, W. (2018), UU ITE Ancam Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi, Berita Satu [online]. Available at: https://www.beritasatu.com/nasional/521564/uu-ite-ancam-kebebasan-berpendapat-dan-berekspresi [Accessed 14 January 2021]