Media Sosial: Ketenaran Meningkat, Pujian Bertambah, Insecurity Pun Makin Tinggi!

Ditulis oleh: Siti Zahra Putri Atsina
Disunting oleh: Alice Pricillya
Ilustrasi oleh: Bima Oktavian

Banyak di antara kita yang pastinya sudah tidak asing dengan kata ‘insecure’ yang sering dibicarakan di social media maupun secara langsung dengan teman, tapi apa sih arti insecure yang sebenarnya?

Menurut pendapat pribadi, ‘insecure’ adalah keadaan dimana seseorang merasa dirinya tidak cukup, tidak puas dengan apa yang dilakukan, dan tidak percaya diri dengan kapasitas yang dimiliki. Suara-suara kecil yang muncul di kepala karena insecurity seringkali mempengaruhi kegiatan sehari-hari kita, menyebabkan diri tidak berani mengemukakan pendapat, membatasi kreativitas, bahkan bisa merusak hubungan antar teman dan keluarga. 

Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Copenhagen terhadap lebih dari 1.000 partisipan menemukan bahwa menggunakan sosmed secara rutin setiap harinya mempengaruhi kesejahteraan hidup dan emosional individu secara negatif (Coughlan, 2016). Salah satu emosi negatif yang dimaksud adalah perasaan insecure. Jangan salah, perasaan tidak percaya diri ini tidak hanya hadir saat berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Contohnya adalah saat kita mengecek – atau istilah kerennya ‘stalking’ – akun sosmed teman, selebgram, maupun orang tak dikenal. Seringkali, kita melihat bahwa mereka memiliki paras yang cantik dan tampan, postur tubuh yang indah, dengan foto dan feeds yang sangat menarik dan rapi. Belum lagi jika caption post nya menjabarkan prestasi dan pencapaian hebat mereka. Sadar tidak sadar, insecurity tersebut muncul dimana kita merasa iri dan malu dengan keadaan sendiri yang dilihat dari kacamata relativitas, kurang dari apa yang kita lihat dari orang lain. Mungkin untuk sebagian orang, insecurity tersebut dijadikan motivasi untuk berjuang lebih keras lagi agar mencapai posisi yang sama bahkan lebih tinggi dari orang lain. Tetapi, perasaan ini berubah berbahaya ketika kita meyakini bahwa diri kita tidak ada apa-apanya dibandingkan yang lain. Pemikiran seperti ini sering menjadi dalang pemicunya stres dan depresi, terutama pada remaja-remaja yang masih dalam proses pencarian jati diri. 

Psikolog Nago Tejena menjelaskan bahwa perasaan insecure muncul ketika adanya interaksi hubungan antar manusia, saat manusia merasa terkoneksi dengan sesama. Media sosial melipatgandakan perasaan ini karena alih-alih membandingkan diri dengan teman sehari-hari, kita sekarang juga telah membandingkan diri dengan orang asing (Kumparan, 2020). Kebanyakan dari kita sepertinya juga lupa kalau tidak sedikit postingan di sosmed merupakan rekayasa sementara atau momen kecil dari kehidupan duniawi yang jauh dari kata perfect. Dibalik senyuman bahagia itu tidak ada yang tahu masalah atau perjuangan yang sedang dihadapi mereka yang di belakang layar. 

Selain itu, kita sering menemukan bahwa foto yang menarik dan menampilkan muka bisa mengundang banyak likes, comments dan followers. Bisa dikatakan ketiga fitur sosmed ini seringkali menjadi acuan kita untuk bertindak dan berpenampilan dengan cara tertentu supaya mendapat pengakuan orang lain. Salah satu staff Cosmopolitan UK, Lucy, bercerita bahwa wujud insecurity dia bisa dilihat dari bagaimana ia sering menghapus dan mengunggah ulang postingan Instagramnya jika likes untuk gambar tersebut tidak mencapai angka tertentu, atau jika pengguna lain memberikan komentar buruk tentang foto selfie ia anggap yang bagus. Pakar psikologi terkemuka di UK Emma Kenny mencatat bahwa perilaku seperti ini terjadi ketika seseorang menganggap pandangan orang lain adalah fakta bukan hanya sekedar opini (Harvey-Jenner, 2017). 

Namun, seberapa sering kita hanya sebatas scroll dan like sebuah postingan tanpa benar-benar memperhatikannya? Jika menekan tombol like dan follow semudah itu, mengapa masih banyak dari kita yang mementingkan angka tersebut? Emma Kenny menerangkan bahwa hal ini dikarenakan oleh sifat narsisme manusia, dimana kita melihat satu hal yang sama secara berbeda tergantung peran yang dimainkan (Harvey-Jenner, 2017). Kita mengira jumlah likes dan followers yang kita dapatkan merupakan indikator bahwa postingan kita bermakna atau bermanfaat bagi orang lain. Sebaliknya, terkadang kita menjadi pemberi likes dan pengikut hanya karena merasa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan, seperti halnya dengan likes-for-likes dan follow-for-follow

Kasus lain yang dapat meningkatkan insecurity adalah saat melihat pasangan atau crush menyukai dan mengomentari postingan lawan jenis lainnya. Pada satu titik dalam hubungan, kita pasti pernah berpikir, “Mengapa dia menyukai postingan perempuan lain dan bukan punyaku?” Pemikiran seperti ini lalu bercabang dan kita mulai membayangkan berbagai macam alasan negatif seperti “Dia pasti tertarik dengan orang itu!” Kita mulai menganalisa tindakan-tindakan kecil yang tidak mengandung makna apa-apa secara berlebihan, mencari detail spesifik yang dapat memberatkan pasangan dan membenarkan kecurigaan kita (White, 2019). Masalahnya, informasi yang digali dari sosmed tidak semuanya bisa diandalkan karena apa yang ditampilkan bukanlah gambar keseluruhannya. Memilih untuk mempercayai apa yang kamu lihat di media sosial daripada pasanganmu sendiri akan mengakibatkan rusaknya hubungan yang telah kamu bangun dengan susah payah. 

Perasaan insecure seperti ini tentu harus dihindari, karena pada dasarnya setiap orang memiliki jalan hidup yang berbeda, dan nobody is perfect! Apa yang mereka miliki memang belum tentu kita miliki, tetapi apa yang kita miliki juga belum tentu mereka miliki. Lantas, bagaimana caranya untuk keluar dari lubang insecurity ini?

Langkah paling mudah yang bisa dilakukan adalah berhenti mengikuti atau melihat akun yang ujung-ujungnya hanya memperburuk suasana hati atau membuat kita menjadi pribadi yang serba ikut-ikutan. Sebagai gantinya, mulailah mengikuti akun-akun yang bisa memberikan energi positif dan mengajak pengikutnya belajar bersyukur atas apa yang dimiliki. Bila perlu, lakukanlah social media fast selama beberapa minggu atau bahkan bulan. Jika menggunakan sosmed membangkitkan rasa insecurity kamu terkait kemampuan dan talenta kamu, yang bisa dilakukan sekarang adalah belajar untuk mempercayai kemampuan kamu. Jangan hanya melihat dan memupuk rasa ketidakpuasan dan keirian, tetapi kembangkanlah talentamu. Seperti halnya tanaman perlu disiram air setiap hari untuk tumbuh, kemampuan kita juga perlu dilatih terus menerus sebelum membuahkan hasil yang diinginkan, seperti mantra “Practice makes perfect”. Terakhir, daripada menghabiskan waktu dan tenaga menyisir sosmed untuk menemukan kesalahan pasanganmu, bukalah hati untuk mempercayai mereka dan sering-seringlah berkomunikasi secara tatap muka untuk menghindari kesalahan penafsiran tindakan dan perkataan online mereka. 

Jika pandangan dan pengakuan dari orang lain menjadi inti dan alasan kamu melakukan sesuatu, maka rasa percaya diri dan harga diri kamu akan terus berada di titik rendah. Terlebih lagi, ketergantungan kepada persetujuan orang lain akan menjauhkan kamu dari inti kebahagian, yaitu bahagia dengan momen kamu, hidup kamu, kenyataan kamu. Jangan menyiksa diri untuk selalu berpikir ingin menjadi seperti mereka baik dari segi fisik maupun kehidupannya. Kenapa? Karena setiap orang punya kualitas diri dan batas kemampuannya masing-masing. Ingatlah bahwa di dunia ini hanya ada satu kamu dan jangan biarkan orang lain merampas keistimewaan dan keunikan kamu. Jadilah versi terbaik dirimu sendiri!

References

Coughlan, S. (2016), Facebook Lurking Makes You Miserable, Says Study, BBC News [online]. Available at: https://www.bbc.com/news/education-38392802 [Accessed 12 Nov. 2020]

Harvey-Jenner, C. (2017), The Psychology of A Like: How Social Media Is Really Affecting Your Brain, Cosmopolita [online]. Available at: https://www.cosmopolitan.com/uk/reports/a9931660/psychology-social-media-likes-mental-health-issues/ [Accessed 12 Nov. 2020]

KELAS Teman Kumparan: Mengatasi Insecure Karena Media Sosial (2020), Kumparan [online]. Available at: https://kumparan.com/teman-kumparan/kelas-teman-kumparan-mengatasi-insecure-karena-media-sosial-1uEKplfYcnl [Accessed 12 Nov. 2020]

White, E. (2019), Stop Letting Social Media Create Insecurity in Your Relationship, Medium [online]. Available at: https://psiloveyou.xyz/stop-letting-social-media-create-insecurity-in-your-relationship-b81308c7185a [Accessed 12 Nov. 2020]

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *