Ditulis oleh: Melisa Pranata
Disunting oleh: Ghafi Reyhan
Ilustrasi oleh: Bima Oktavian
Barangkali, jika suatu saat ditanya tentang apa yang dapat dipelajari dari PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) 2020, jawabannya adalah menahan sabar! Jenuh, sudah pasti. Ingin kembali belajar di kelas, apa lagi. Secara tidak langsung, PJJ memberikan puluhan juta peserta didik dari jenjang SD sampai SMA dan SMK di seluruh Indonesia sebuah “pendidikan karakter” darurat: pengendalian diri, lebih peduli dengan anggota keluarga, berusaha belajar di rumah yang kurang kondusif, dan mengelola tumpukan tugas yang berlimpah secara mandiri.
Kurang lebih itulah yang dirasakan mayoritas peserta didik Indonesia akibat pelaksanaan PJJ karena hanya sebagian kecil masyarakat yang merasa diuntungkan dari pelaksanaannya, yaitu golongan menengah ke atas yang memiliki fasilitas memadai seperti WiFi, gadget yang layak, dan tempat tinggal yang nyaman. Sementara itu, yang kurang beruntung harus tetap mengikuti PJJ dengan fasilitas seadanya dan hanya bisa bersabar menunggu bantuan pemerintah!
Kebijakan PJJ selama masa pandemi COVID-19 memang ironis. PJJ yang seharusnya menjadi solusi malah menimbulkan berbagai masalah baru bagi masyarakat yang kurang beruntung dan berpeluang untuk memperlebar jurang ketimpangan pendidikan. Alhasil, terdapat banyak keluhan dari masyarakat, terutama masyarakat golongan menengah ke bawah yang kurang siap dalam mengikuti PJJ dan menghadapi berbagai masalah baru seperti tidak memiliki perangkat elektronik yang layak, biaya kuota internet yang membengkak, dan kualitas sinyal yang buruk sehingga mempersulit proses belajar peserta didik. Untuk menghadapi masalah tersebut, pemerintah mulai mengeluarkan beberapa kebijakan pendamping PJJ.
Sejak bulan Maret 2020, Kemendikbud telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan PJJ, mulai dari ditiadakannya Ujian Nasional 2020, penayangan program pembelajaran melalui TVRI dan media lainnya, sampai memperbolehkan sekolah di zona kuning untuk dibuka kembali. Selain itu, pada akhir bulan Agustus 2020 Kemendikbud mulai membahas dan merancang kebijakan baru dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI (27/8/20). Kebijakan ini akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 7,2 triliun untuk memberikan subsidi kuota internet bagi siswa SD-SMA sebanyak 35 GB/bulan, guru sebanyak 42 GB/bulan, dan mahasiswa serta dosen sebanyak 50 GB/bulan dari September sampai dengan Desember 2020[1].
Meskipun begitu, setiap kebijakan baru hanya bisa menjadi efektif bila tetap memperhatikan kondisi masyarakat di lapangan. Memang, subsidi kuota internet dapat menjadi salah satu solusi karena dapat dirasakan manfaatnya secara langsung dalam menunjang PJJ. Tetapi, apakah kebijakan subsidi kuota internet ini efektif? Pertanyaan inilah yang harus dijawab tuntas supaya kebijakan baru ini dapat benar-benar bermanfaat bagi semua golongan.
Untuk dapat memanfaatkan subsidi kuota internet, peserta didik harus terlebih dahulu mempunyai fasilitas pendukung yang memadai seperti smartphone. Pada kenyataannya, masih banyak peserta didik yang orangtuanya tidak mampu membelikan smartphone. Survei Penggunaan TIK Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Kominfo menunjukkan bahwa persentase individu yang memiliki smartphone di Pulau Sumatera sebesar 84,14%, Pulau Jawa sebesar 86,60%, Pulau Kalimantan sebesar 52,12%, Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 45,24%, Pulau Sulawesi 43,82%, dan Pulau Maluku dan Papua hanya sebesar 27,68%.[2] Dari sini, dapat dilihat bagaimana kepemilikan smartphone di beberapa daerah masih kurang dari 50%. Sebab itu, sudah seharusnya pemerintah mengatasi masalah ketersediaan smartphone terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kebijakan subsidi kuota internet akan dirasakan manfaatnya oleh semua golongan. Sayangnya, sampai saat ini belum ada wacana kebijakan subsidi smartphone.
Bahkan bila tidak ingin bicara muluk-muluk mengenai ketersediaan smartphone, paling tidak ada satu lagi penghambat efektivitas kebijakan subsidi kuota internet yang juga sulit diselesaikan: keterbatasan akses internet. Sebuah hal yang mustahil jika ada peserta didik yang mampu mengikuti PJJ dengan kuota internet memadai namun tidak memiliki akses internet. Misalnya, peserta didik yang tinggal di daerah terpencil dan harus bersusah payah untuk mencari sinyal demi berpartisipasi dalam PJJ, berbanding terbalik dengan kita yang hidup di kota besar dan tidak menemui kesulitan untuk terhubung dengan internet.
Berdasarkan Update Penanganan COVID-19 Bidang Pendidikan, sebanyak 40.779 Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah tidak mempunyai akses ke internet dan sebanyak 7.552 Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah tidak memiliki aliran listrik.[3] Dari data tersebut, terdapat dua kesimpulan yang bisa diambil. Pertama, kebijakan subsidi kuota internet tidak akan bisa diberlakukan secara merata di seluruh Indonesia. Kedua, di zaman yang serba cepat dan praktis ini kita seringkali melupakan beberapa kenyataan pahit di sekeliling kita, misalnya tidak adanya akses listrik dan internet untuk penduduk di daerah-daerah tertentu.
Keterbatasan akses internet dan kepemilikan smartphone yang diutarakan sebelumnya menunjukkan bagaimana terdapat sebuah celah yang besar dalam implementasi kebijakan subsidi kuota internet. Walau sesungguhnya tidak ada kebijakan yang tanpa celah, pemerintah harus tetap berupaya untuk memaksimalkan efektivitas kebijakan yang diterapkan. Oleh karena itu, kebijakan subsidi kuota internet wajib dikaji lebih mendalam agar tepat sasaran dan harus didampingi kebijakan pendamping seperti subsidi smartphone.
Pemerintah dapat membuat kebijakan subsidi smartphone melalui konsep kepemilikan bersama dengan menyediakan smartphone di pusat komunitas seperti balai desa untuk dipakai bersama dan bergiliran sambil tetap mematuhi protokol kesehatan sehingga peserta didik dari kalangan yang kurang mampu masih bisa mengikuti kelas dan menyelesaikan tugas. Dengan demikian, subsidi smartphone tidak harus berbentuk uang, potongan harga, ataupun pemberian smartphone secara langsung karena tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memungkinkan masyarakat yang tidak memiliki smartphone masih bisa memanfaatkan kebijakan subsidi kuota internet dari pemerintah. Selain itu, cara ini juga akan memperkecil bentuk penyimpangan yang terjadi seperti menjual smartphone yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga di kala keterpurukan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Di samping itu, bagi mereka yang berdomisili di daerah tanpa akses internet dan listrik namun tetap harus melaksanakan PJJ, Pemerintah Daerah dapat memberikan tunjangan terpadu pada tenaga pendidik di daerah tersebut untuk menyampaikan pembelajaran offline kepada para peserta didik sembari tetap menjalankan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan membentuk kelompok kecil. Pada saat yang sama, Pemerintah Daerah harus bisa menyesuaikan kebijakan pendamping PJJ dengan keunikan daerah masing-masing.
Banyaknya tantangan ke depan tidak boleh dijadikan penghambat dijalankannya proses pendidikan. Melalui kebijakan-kebijakan yang efektif dan inovatif, kegiatan pembelajaran di masa pandemi COVID-19 masih bisa dilakukan dan penyalahgunaan kebijakan dapat diminimalisir. Dalam konteks kebijakan subsidi kuota internet, pemerintah harus bisa mengatasi masalah-masalah di lapangan seperti keterbatasan akses internet dan kepemilikan smartphone terlebih dahulu.
Jangan sampai penggunaan kuota internet dari pemerintah terbatas pada gadget milik golongan menengah atas. Satu hal yang perlu diingat baik-baik: kuota internet tanpa smartphone sama dengan zonk: kebijakan yang gagal, kosong, dan tak berarti!
References
[1] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2020. Kemendikbud Alokasikan Rp8,9 Triliun untuk Subsidi Kuota Internet dan Tunjangan Profesi Pendidik. Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/08/kemendikbud-alokasikan-rp89-triliun-untuk-subsidi-kuota-internet-dan-tunjangan-profesi-pendidik pada 11 September 2020.
[2] Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. 2017. Survey Penggunaan TIK Tahun 2017. Diakses dari https://balitbangsdm.kominfo.go.id/publikasi-indikator-tik-9.htm pada 6 November 2020.[3] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2020. Bersama Hadapi Corona – Update Penanganan Covid-19 Bidang Pendidikan Update 13 April 2020. Diakses dari http://pgdikmen.kemdikbud.go.id/read-news/bersama-hadapi-corona-update-penanganan-covid19-bidang-pendidikan-update-13-april-2020 pada 11 September 2020.