Ditulis Oleh: Athaalia Salsabilla
Disunting Oleh: Fauzan Abdul
Ilustrasi Oleh: Reyhan Thareq
“By words we learn thoughts, and by thoughts we learn life.”
Jean Baptiste Girard
Memilih sastra sebagai jurusan di universitas sering kali dianggap aneh dan umumnya hanya berlaku sebagai opsi backup, jarang menjadi pilihan pertama yang terlintas di kepala. Padahal seharusnya tidak seperti itu.
Mengutip situs web Maryville University, terjemahan saya, “Jurusan sastra membaca dan menganalisis berbagai karya sastra, khususnya prosa, puisi, dan nonfiksi kreatif. Mereka menguak konteks sejarah, budaya, dan sastra dari teks-teks yang mereka pelajari dan sering berspesialisasi dalam era atau lokasi tertentu. Ini mungkin termasuk melihat literatur modern dan bagaimana itu berlaku untuk peristiwa sosial dan politik kontemporer.”
Jika mengacu pada definisi tersebut, kita dapat melihat bahwa mata kuliah yang dipelajari oleh jurusan sastra tidak terbatas hanya mempelajari bahasa. Lalu mengapa khalayak umum berpikir seperti itu? Mengapa sekedar memiliki ketertarikan untuk memilih jurusan sastra kerap dipertanyakan, diremehkan dan bahkan ditertawakan? Lain halnya ketika memilih jurusan lain yang notabene lebih ‘populer’, tanggapan yang diberikan hampir selalu positif dan terkadang mendapat pujian. Apa yang membuat jurusan sastra berbeda, dan mengapa?
Apa Itu Sastra?
Menurut Hirsch (1978:34), terjemahan saya, “Sastra mencakup teks apa pun yang layak untuk diajarkan kepada siswa oleh guru sastra, ketika teks-teks ini tidak diajarkan kepada siswa di departemen lain di sekolah atau universitas.”
Sementara itu, menurut Greil Marcus and Werner Sollors (2009), terjemahan saya, “Sastra berarti tidak hanya apa yang tertulis tetapi apa yang disuarakan, apa yang diungkapkan, apa yang diciptakan, dalam bentuk apa pun.”
Berdasarkan kedua teori diatas, apapun bisa merupakan sastra. Prosa, puisi dan buku adalah sastra tertulis sementara drama merupakan sastra dalam bentuk pertunjukan.
Lalu bagaimana dengan jurusan sastra? Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pertama kali diciptakan sebagai Fakultas Sastra. Pada awalnya, fakultas tersebut hanya memiliki empat jurusan, yaitu Sastra Indonesia, Ilmu-ilmu Sosial, Ilmu-ilmu Sejarah dan Ilmu Bangsa-bangsa. Ini menunjukkan bahwa jurusan sastra tidak terbatas hanya mempelajari tentang ilmu bahasa. Pergantian nama dari Fakultas Sastra menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya hanya terjadi karena kata sastra yang berasal dari Bahasa Sanskerta berhenti diartikan sebagai ‘budaya’ atau ‘ilmu’. Sebuah pergeseran makna terjadi. Sebagai gantinya, sastra diartikan secara umum sebagai karya-karya literasi seperti novel, puisi dan prosa. Berkuliah di jurusan sastra sebenarnya memiliki banyak manfaat dan keuntungan yang tidak diketahui orang pada umumnya. Berikut merupakan beberapa contohnya.
Kuliah di Jurusan Sastra Mengembangkan Berbagai Macam Kualifikasi Pekerjaan
Jurusan sastra tidak hanya mempelajari bahasa, mereka juga mempelajari budaya, adat, sejarah, filosofi, kepercayaan adat, dan masih banyak lagi. Mereka menganalisis hal-hal yang dapat ditemukan dalam sejarah budaya suatu komunitas untuk mempelajari bagaimana hal tersebut mempengaruhi keseharian maupun adat komunitas tersebut. Ini kemudian akan mengembangkan pemikiran kritis dan keahlian analisis yang menjadi sangat berguna ketika melakukan penelitian atau riset.
Jurusan sastra juga mempelajari pentingnya dan cara-cara berkomunikasi dalam mata kuliah linguistik, bagaimana menyajikan dan menyuarakan pesan yang ingin disampaikan, sehingga mengembangkan keahlian berkomunikasi yang menjadi sangat berguna untuk posisi pekerjaan seperti Public Relations atau Social Media Officer.
Mata kuliah yang diikuti jurusan sastra tidak terbatas oleh mata kuliah internal. Mata kuliah dari jurusan lain atau mata kuliah eksternal dapat diambil jika memang berminat. Sehingga karir-karir yang terkesan mustahil karena masuk jurusan sastra sebenarnya tetap memungkinkan untuk dicapai. Tentu saja mengecualikan karir yang membutuhkan gelar spesialis seperti dokter.
Pilihan Karir Yang Luas
Pilihan karir jurusan sastra tidak terbatas hanya menjadi penerjemah, penafsir, penulis, atau dosen. Christopher Reinhart yang merupakan alumni Jurusan Sejarah sekarang merupakan Research Assistant di Trinity College Oxford dan Cardiff University. Aktris terkenal Dian Paramita Sastrowardoyo adalah alumni Jurusan Filsafat. Serta dua alumni lain yang saya kenal dari Jurusan Sastra Inggris (keduanya memilih untuk tidak disebut nama) sekarang bekerja sebagai AI Developer dan Social Media Officer.
Memilih jurusan sastra tidak secara otomatis menghentikan mereka untuk memenuhi kualifikasi atau syarat suatu pekerjaan diluar bidang linguistik. Banyak pemegang gelar S.S. (Sarjana Sastra) yang mampu mengaplikasikan keahlian dan pengetahuan yang telah mereka pelajari dengan cara yang berbeda-beda, menyesuaikan karir masing-masing.
Dampak Kuat Yang Dimiliki Oleh Kata-Kata
Sebagian otobiografi dan sebagian manifesto politik Hitler berjudul Mein Kampf memperoleh banyak pembaca yang kemudian berujung pada peristiwa genosida Yahudi. Ia memperoleh banyak pengikut hanya dengan menuliskan pandangan pribadinya tentang orang-orang Yahudi, membimbing pembaca dengan penggunaan kata-kata tertentu sehingga mereka dipengaruhi untuk mengikuti pandangan pribadinya.
Mengutip The Holocaust oleh Frank McDonough, terjemahan saya, “Hitler ingin ‘menghilangkan’ Marxisme dalam masyarakat Jerman. Dia terus-menerus menggunakan kata-kata seperti ‘pemusnahan’ atau ‘memusnahkan’ ketika berbicara tentang apa yang ingin dia lakukan tentang Marxisme di Jerman.” (p.17) dan “Dia menggambarkan orang-orang Yahudi di Mein Kampf sebagai ‘belatung di atas mayat yang membusuk’, ‘bukan manusia’, ‘pembawa kuman dari jenis terburuk’, ‘kuman perpecahan’ manusia, ‘laba-laba yang perlahan-lahan menghisap darah rakyat’, atau sebagai ‘hama’, ‘basil’ dan ‘parasit.’” (p.18).
Pemilihan kata mempengaruhi lebih dari sekedar perbedaan definisi. Kata-kata dapat digunakan sebagai senjata, seperti peribahasa “Mulutmu Harimaumu”. Mulutmu, pemilihan katamu, dapat menerkam seperti harimau. Jika digunakan sebagai senjata, kata-kata dapat menamparmu, menghancurkan percaya dirimu, menghilangkan segala hal yang kamu anggap baik dari dirimu. Lain hal jika digunakan secara tepat, kata-kata dapat membawa kebahagiaan, rasa hormat, dan kenyamanan. Penting sekali bagi kita untuk mempelajari dan mengerti dampak dari pemilihan kata yang digunakan. Ini membuktikan bahwa pengaruh pemilihan kata sebenarnya jauh lebih kuat dari yang kita kira.
Dapat disimpulkan bahwa walau mungkin memilih sastra sebagai jurusan di universitas kerap dianggap sebagai pilihan yang aneh atau sekedar menjadi rencana cadangan, namun sebenarnya memilih jurusan tersebut tidaklah aneh asalkan kita memahami apa yang akan dipelajari lalu mengimplementasikan hal-hal tersebut dalam karier pilihan di masa depan. Mungkin sudah waktunya bagi kita untuk mengesampingkan label-label yang menyertai jurusan sastra dan menghadapi fakta bahwa mereka yang berada di jurusan sastra juga bisa berkompetisi dengan jurusan-jurusan lain.
Reference
Faculty of Humanities. Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: Dari Fakultas Sastra Ke Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. https://fib.ui.ac.id/sejarah-fib-ui. Accessed 15 July 2020.
Giles, Paul. (2010). Greil Marcus and Werner Sollors (eds.), A New Literary History of America. Journal of American Studies. 44. 627-628. 10.1017/S0021875810001325.
Maryville University. Literature Major vs. English Major: To Be (One) or Not to Be (the Other)? https://online.maryville.edu/vs/literature-vs-english-major/. Accessed 13 July 2020.
McDonough, Frank, and John Cochrane. 2008. The Holocaust.
Meyer, Jim. (1997). What Is Literature? A Definition Based on Prototypes.. Work Papers of the Summer Institute of Linguistics, University of North Dakota Session. 41. 10.31356/silwp.vol41.03.