Berikut adalah transkrip yang sudah diedit kata dan kalimatnya untuk membantu pembaca memahami konteks dari perbincangan antara Fauzan Abdul Hamid (Managing Editor of Kolom Remaja) dengan Faye Simanjuntak (Founder of RumahFaye) tentang isu perlindungan anak dan organisasi RumahFaye yang bergerak untuk mengatasi isu tersebut. Transkrip ini adalah hasil dari Podcast antara Kolom Remaja dan Rumah Faye yang bisa didengar via Spotify.
Fauzan: Hi, kembali lagi di podcast Kolom Remaja. Saya Fauzan Abdul Hamid, Managing Editor Kolom Remaja. Kali ini kita kedatangan tamu yang sangat spesial banget nih! Boleh kenalan dulu nggak?
Faye: Hi! Boleh banget. Hi teman-teman. Aku Faye Simanjuntak, 18 tahun, baru lulus SMA, dan saya pendiri dari RumahFaye
Fauzan: Keren banget nih kedatangan langsung pendiri dari RumahFaye. Sebelum kita mulai, boleh dijelasin dulu nggak RumahFaye itu apa?
Faye: Boleh banget! Jadi, kami ini Non-Profit Organisation yang bekerja untuk mencegah eksploitasi dan perdagangan anak di Indonesia. Kita panggilannya 3P: Pencegahan, Pembebasan, dan Pemulihan
Fauzan: Oh oke-oke. Nah, satu hal yang bikin aku penasaran nih. Gimana sih ceritanya Kak Faye bisa sampe mendirikan NGO yang bergerak di perlindungan anak?
Faye: Jadi, Rumah Faye didirkan bulan Oktober 2013 dan aku masih 11 tahun!
Fauzan: Oh Iya?!
Faye: Iya! Pas itu masih kecil! Waktu itu, bukan didirkan untuk menjadi Lembaga, tapi ambisi aku kecil untuk memberikan dampak sustainable di komunitas kecil dekat rumahku. Aku pertama belajar tentang perdagangan anak waktu umur 9 tahun karena tumbuh di keluarga yang memang berjiwa sosial. Jadi kalau sabtu dan minggu disuruh ikut pelayanan. Jujur, pas itu ya agak males! Aku bukan malaikat, jadi memang awalnya dipaksa. Tapi, lama kelamaan jadi sadar bahwa sebenarnya aku juga bisa bantu dan kasih dampak langsung. Tapi, memang sebelumnya aku nggak pernah inisiatif dan proaktif bikin projek sendiri sampai aku belajar tentang perdagangan anak di sekolah. Pemikiran aku begini: “kok bisa sih ya, kita mau mencari solusi untuk perdagangan anak, tapi populasi dan masyarakat yang rentan tidak diberi tempat untuk berpartisipasi?” Padahal, saya sebagai anak kan rentan untuk diperdagangkan? Karena orang-orang menganggap bahwa kasus eksploitasi dan perdagangan anak itu terlalu “sensitif” atau “tabu” untuk diperbincangkan kepada anak-anak. Dan memang tidak salah sih. Kasus prostitusi dan kekerasan seksual pada anak memang agak susah dibahas, tapi kalau obrolan ini tidak diinisasikan kepada anak-anak, gimana mereka bisa tahu kalau itu terjadi? Nah, pada tahun 2010-2011 ini, yang aku bilang, aku belum ada keinginan untuk “menyelamatkan semua anak Indonesia”, tapi memang awalnya aku hanya ingin fokus untuk membuat komunitas kecil karena aku lihat kalau anak-anak itu tidak diberikan akses pendidikan reproduksi yang cukup dan mereka tidak diberi kesempatan untuk bertanya dan berdialog tentang isu-isu yang mereka ingin tahu atau penasaran. Akhirnya, informasi dan pendidikan yang mereka dapat itu jadi salah karena diambil dari sources yang tidak bisa dipercaya.
Jadi, kalau ditanya “gimana RumahFaye terbentuk pertama?”, ambisi awal RumahFaye memang bukan untuk dijadikan sebesar ini. Jujur aku juga kaget, tapi memang awalnya kita lebih fokus ke dampak kecil tapi berjangka panjang. Nah, setelah kami sudah bekerja beberapa bulan dan tahun, ternyata ada keperluan yang cukup besar tentang RumahFaye lewat peer-to-peer education: membuka dialog antar remaja, memberikan pendidikan, dan memfasilitasi pengetahuan yang mendalam untuk remaja di daerah Jakarta.
Lalu, tahun 2016, kami diberikan kesempatan untuk mendirikan “Rumah Aman” di Batam, Kepulauan Riau. Disana sudah ada beberapa program pencegahan dan dialog antar remaja. Jadi, seiring waktu, RumahFaye memang mendapat partner-partner baru dan terus berkembang secukupnya untuk terus meneruskan dampak jangka panjang dan positif untuk anak-anak.
Fauzan: Jadi, ini dimulai dari umur 11 tahun?
Faye: Iya, jadi aku itu umur 11 tahun waktu RumahFaye didirikan, tapi sebelumnya aku juga sudah cukup terlibat di gerakan anti perdagangan di organisasi-organisasi lain. Karna kan harus ada bekalnya dulu kan?!
Fauzan: Ohh. Iya, tapi juga tetap keren banget sih! Kalau aku bayangkan, aku umur 11 tahun masih main layangan!
Faye: Haha! Aku juga kok! Tapi, sekalian pulang dari main layangan, kerja ya! Haha!
Fauzan: terus kan tadi sempat dibilang bahwa ada kebutuhan yang besar. Jadi penasaran, sebenarnya seberapa parah sih isu perdagangan/kekerasan/eksploitasi anak dan macam-macamnya sekarang?
Faye: Jadi, Indonesia termasuk salah satu negara dimana kasus perdagangan dan eksploitasi anak cukup tinggi kalau dilihat dari angka-angkanya. Tapi, masalahnya adalah data itu sulit dicari mengingat ukuran Indonesia yang memang besar banget dan negara archipelago! Juga, budaya dan kultur dari komunitas di Indonesia itu banyak malu untuk melaporkan isu perdagangan dan eksploitasi anak. Kalau dilihat pada tahun 2018 dari KPAI, ada 329 kasus perdagangan dan eksploitasi anak. Setahuku, kasus ini naik dan perlu diingat bahwa kasus-kasus ini yang hanya ditangani KPAI. Jadi, masih banyak kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum lain dan lewat mediasi. Mungkin orang tuanya yang bicara sama pelaku dan anaknya diam saja. Jadi, meskipun angka dari KPAI ini sudah besar, angkanya bisa lebih besar lagi! Dan 329 kasus itu hanya eksploitasi anak. Kalau dari *EKPAT*, mereka mencatat bahwa ada 100.000 anak yang didagangkan di Indonesia per tahunnya. 100.000! Bayangkan saja. Lagi-lagi, ini bukan angka pasti, karena memang sulit untuk mendapatkan data tersebut. Lalu, balik lagi ke kultur masyarakat di Indonesia bahwa banyak keluarga yang tidak mengerti bahwa anak itu juga memiliki hak untuk dihormati dan sebagai orang tua, teman, kakek, dan nenek, mereka semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak-hak anak tersebut!
Oleh karena itu, banyak banget kasus perdagangan dan eksploitasi anak yang tidak tercatat. Jadi, sebenarnya kalau kita lihat angka yang tercatat sudah sangat tinggi, tapi realitanya, angka tersebut bisa jauh lebih tinggi!
Fauzan: Oh, oke-oke. Wah, baru tahu juga nih! Jadi keadaan sebenarnya memang begitu ya?
Faye: Iya, ditambah lagi sekarang banyak kasus perdagangan dan eksploitasi anak secara online dimana angkanya belum dipublikasi kali ya. Tapi, berdasarkan laporan organisasi perlindungan anak baik nasional dan internasional, mereka mencatat bahwa angka eksploitasi seksual anak sangat melonjak setelah karantina mulai.
Fauzan: Oh! Jadi sekarang makin parah?
Faye: Iya! Jadi capek nggak sih dengernya? Tapi, ya karena semua orang lebih banyak di dalam rumah, angka eksploitasi seksual secara fisik atau langsung memang menurun, tapi angka eksploitasi anak ini bertambah secara online, contohnya lewat Zoom dan Google Meet.
Fauzan: Oalah, jadi karena semua orang diam dirumah, angka eksploitasi dan kekerasan anak ini meningkat ya?
Faye: Betul.
Fauzan: Terus, aku juga merasa agak malu nih karena sebagai anak belum terlalu mengerti tentang hal-hal seperti ini. Yang termasuk eksploitasi dan kekerasan itu apa? Bagaimana kita seharusnya memperlakukan anak?
Faye: Jadi, eksploitasi anak itu sebuah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban. Karena mereka itu masih anak-anak, jadi mereka ga punya kekuasaan untuk setuju untuk dipekerjakan. Jadi, tindakan apapun yang meliputi tapi tidak terbatas pelayanan paksa, pelacuran, perbudakan, atau praktek opresif dimana pelaku itu memiliki keuntungan material atau immaterial. Contohnya anak diperjual belikan, ya pelakunya mendapat keuntungan finansial. Tapi ada juga anak yang tidak diperjual belikan, tapi mereka dipergunakan secara seksual. Pelaku tetap untung kan? Tapi bukan secara material. Eksploitasi anak itu secara singkat adalah sebuah peristiwa dimana anak dibawah umur 18 tahun dipergunakan untuk menguntungkan pelaku.
Eksploitasi dan perdagangan anak ini ada bedanya meskipun mereka cukup mirip dan sama. Tapi, perdagangan anak itu harus ada “pemindahan”, contohnya dari rumahnya ke kota, kecamatan, atau negara lain. Beda dengan eksploitasi anak yang bisa terjadi di dalam rumah. Jadi perdagangan anak ini ada “step” tambahan!
Fauzan: Wah, aku juga baru tahu nih padahal sudah umur 17 yang sebentar lagi tidak akan tergolong sebagai anak tentang apa saja yang termasuk eksploitasi dan perdagangan anak!
Faye: Iya! Sebenarnya kan memang penting untuk kita, anak muda, untuk belajar tentang isu-isu yang sensitif dan ga enak dibahas karena teman-teman kita bisa saja jadi korban atau juga pelaku. Nah disitu, menurutku, kita sebagai anak yang sudah difasilitasi punya tanggung jawab dan inisiatif dan mau belajar. Jadi, kita sebagai anak bisa melindungi hak kita dan hak teman-teman kita.
Fauzan: Tadi kalau bicara soal eksploitasi dan kekerasan anak, sebenarnya kalau dari RumahFaye sendiri, kelompok mana sih yang paling rentan dan paling sering mengalami kasus-kasus tersebut?
Faye: Semua anak sebenarnya termasuk rentan. Tapi, kasusnya lebih rentan terhadap anak-anak yang datang dari keluarga dengan keadaan ekonomi sosial yang cukup rendah atau kurang. Mereka lebih rentan karena mereka memiliki kebutuhan finansial dan kekurangan pendidikan. Contohnya, kami ada kasus dimana seorang perempuan ini diperdagangkan karena orang tua nya perlu uang. Tapi, dia diperdagangkan bukan oleh orang tuanya, tapi karena dia pergi untuk cari pekerjaan dan akhirnya di eksploitasi secara seksual. Tapi, sejujurnya uangnya memang tidak banyak dan akhirnya dikirimkan ke orang tua juga.
Banyak kasus dimana orang-orang yang tidak punya Ijazah SMA atau Paket C terpaksa harus cari pekerjaan yang dianggap tidak layak untuk manusia. Tapi, mereka terpaksa bekerja dalam kondisi-kondisi yang melanggar UU Ketenagakerjaan. Kalau kita bahas isu seperti ini, kita juga harus berpikir tentang isu sosial lain. Contohnya isu gender dimana kita ada beberapa kasus tentang anak perempuan yang diperdagangkan dan RumahFaye akhirnya ketemu sama orang tuanya. Dari situ kami baru tahu, kalau perempuan ini punya dua adik perempuan dan laki-laki. Nah, dua anak perempuan ini diperdagangkan untuk mendapat uang agar adik laki-lakinya bisa disekolahkan. Artinya orang tuanya paham dong kalo pendidikan itu salah satu hal yang penting untuk anak-anak agar mendapat pekerjaan yang bagus dan mendapat masa depan yang baik. Tapi pertanyaannya, anak mana yang mendapat privilese tersebut?
Jadi seperti yang aku bilang, kita harus melihat dari segi ekonomi sosial, mereka bisa nggak sih sekolah? Apakah mereka terpaksa kerja? Nah dari situ kita lihat lagi anak-anak yang difabel yang mereka pikir tidak akan bisa membawa hasil dan akhirnya diperjualkan. Lalu, kita juga bisa lihat isu gender dimana anak perempuan itu lebih rentan. Jadi sebenarnya semua anak itu rentan, tapi kita bisa lihat dari lensa-lensa yang lebih spesifik dimana ada anak-anak dari kelompok tertentu yang lebih rentan diperdagangkan.
Sekarang balik sedikit ke isu bahwa semua anak itu rentan diperdagangkan. RumahFaye memang menangani kasus yang cukup ekstrim dimana anak dijadikan korban dari orang terdekat. Tapi, kenapa aku selalu bilang semua anak itu rentan? Karena sekarang ada eksploitasi dalam pacaran. Kami sempat menangani 2-3 kasus seperti itu, dan aku tahu dalam jaringan itu jauh lebih banyak kasusnya. Biasanya perempuan (tidak hanya perempuan) pacaran saat remaja, lalu perempuannya dijual oleh pacarnya. Ya perempuannya mikir, “oh ini pacarku, aku sayang sama dia.” Padahal tidak, padahal dia diperdagangkan. Makanya, semua orang itu rentan, dan biasanya pelaku itu orang terdekat. Tapi, yang penting kita sendiri harus sadar sebagai remaja dan kita bukan cuma harus sadar tindakan-tindakan teman kita yang jadi korban, tapi juga pelaku atau predator.
Fauzan: Wah, berarti, ini tergolong isu yang cukup kompleks, ya? Maksudnya, kekerasan dan eksploitasi anak itu tidak berdiri sendiri, tapi punya hubungan dengan isu sosial lainnya?
Faye: Iya dan itu hal yang orang sering lupa. Mereka cuma berpikir bahwa “oh isu perdagangan anak itu perlindungan anak.” Ya bener sih. Tapi, kenapa RumahFaye lebih fokus ke perempuan? Karena perempuan itu yang paling rentan diperdagangkan. Tapi, kita juga selalu menekankan dan mengajak anak-anak laki-laki untuk berpartisipasi karena kami ingin mereka untuk “step up” dan berbuat sesuatu untuk melindungi teman-teman mereka. Juga, mengingatkan teman-teman mereka yang melakukan tindakan yang tidak baik.
Fauzan: Oke-oke. Nah, tadi kan sempat dibilang bahwa RumahFaye ini menggunakan program 3P. Boleh dijelasin lagi nggak kegiatan yang dilakukan itu apa saja?
Faye: Pencegahan itu program pertama yang kami kerjakan pada saat RumahFaye berdiri pada tahun 2013. Dan sampai sekarang, program pencegahan RumahFaye itu salah satu aktivitas yang paling penting karena kami tidak hanya ingin mengeluarkan anak-anak dari perdagangan tapi menghentikan cycle tersebut. Gimana caranya? Kita sosialisasi ke sekolah dan lingkungan masyarakat serta bekerja sama dengan pemimpin masyarakat tersebut yang berusia dewasa maupun anak-anak. Kami coba diskusi dan bawa fasilitator yang memang bisa ngobrol dengan anak-anak dimana mereka berfungsi bukan sebagai guru tapi sebagai mentor atau teman. Karena itu, anak-anak merasa bahwa mereka bisa bertanya atau bahkan melapor kepada fasilitator tersebut karena mereka merasa lebih aman.
Kenapa RumahFaye melakukan hal-hal tersebut di daerah-daerah tertentu, bukan hanya sekali datang lalu pergi? Karena kami percaya dengan perubahan-perubahan jangka panjang. Jadi, ada beberapa kali dimana kami datang ke sekolah karena dipanggil dan ada ekspektasi dimana sekolah akan terus melanjutkan pendidikan yang sudah kami beri kepada anak-anak. RumahFaye juga menangani beberapa komunitas di daerah Jakarta dan Batam dan kita balik kesana setiap beberapa minggu atau bulan. Jadi dengan program jangka panjang tersebut, anak-anak merasa bahwa mereka dapat bertanya dan curhat jika ada kemungkinan kasus eksploitasi di sekolah atau rumah. Kami juga sering memberi beasiswa untuk anak-anak yang rentan diperdagangkan. Kami juga punya forum anak di Batam berfokuskan pada partisipasi anak untuk memastikan bahwa mereka punya suara untuk didengar oleh pemerintah. Dan beberapa kali, anak-anak yang kami tangani punya kesempatan untuk datang ke kantor mereka dan bawa pertanyaan dan kasus yang pernah mereka lihat agar ada perubahan secara sistematis.
Selain itu, ada aktivitas-aktivitas lain sih, tapi yang paling utama adalah 3 aktivitas tersebut: sosialisasi; beasiswa; dan forum anak. Selain itu, kami juga melakukan beberapa advokasi legal untuk pencegahan.
Untuk program pembebasan, kami bekerja dengan sistem referal dengan pemerintah, lembaga huku, dan LSM untuk mencari dan menangani kasus-kasus anak yang dibawa ke ranah hukum. Jadi, dari RumahFaye sendiri, kami mendampingi anak yang menjadi korban di dalam proses penerimaan laporan/pengaduan, asesmen kasus, pendampingan proses BAP, mediasi, gelar perkara (jika dibutuhkan), pendampingan proses visum, pokoknya semuanya lah bisa kami bantu!
Nah jadi itu sih, kalo program pembebasan kami biasanya melakukan pendampingan kasus dan asesmen lapangan ke kantor-kantor polisi dan wilayah rentan untuk membantu apa yang mereka butuhkan dan bantu cari juga untuk meningkatkan kualitas perlindungan anak.
Paling terakhir, program Pemulihan, yaitu hatinya RumahFaye. Kami sudah punya program Rumah Aman di Batam yang sebenarnya mirip dengan shelter. Kami panggil “Rumah Aman” karena ada banyak anak-anak yang sedang melalui proses hukum, jadi kalau di Rumah Aman ya memang rumahnya aman! Jadi mereka tidak akan bisa diganggu oleh pelakunya. Maka dari itu, biasanya perempuan yang mengalami kasus perdagangan dan eksploitasi serta untuk beberapa orang yang mengalami kasus KDRT bisa tinggal di Rumah Aman kami untuk beberapa bulan. Disana, kami juga ada pelayanan dan bantuan akses kesehatan, pemulihan psikososial, pendidikan konseling, dan pasca rehabilitasi, kami bantu proses reintegrasi dimana kami bantu untuk pulang kembali ke keluarga atau cari rumah baru (bantu cari guardian), dll.
Fauzan: Jelas banget dari awal! Selama ini dari pengalaman RumahFaye, bagaimana respon masyarakat dan anak-anak ini?
Faye: Dulu, waktu kami pertama mulai, memang agak sulit karena aku kan masih kecil jadi datang dengan guru. Jadi, memang belum terlihat profesional, belum jadi komunitas spesialis, dan kami mau bicara tentang kesehatan reproduksi yang pembahasannya sulit untuk anak perempuan dan laki-laki. Nah, karena seperti yang aku bilang, RumahFaye ini fokus dengan perubahan jangka panjang kan, jadi kita datang terus, ngobrol-ngobrol sebagai teman, dan akhirnya komunitas tersebut jadi terbuka dengan pendapat kami dan berkontribusi dengan RumahFaye. Sekarang, sudah jauh lebih lancar dari segi pendekatan ke daerah-daerah dimana anak-anak lebih rentan diperdagangkan karena sudah ada nama dan website, jadi mereka sudah bisa lebih percaya dengan kami untuk membantu.
Kalau di Batam, kami bertempat di kecamatan Nongsa, kami juga beruntung sudah melihat pemerintah level kelurahan dan kecamatan mendukung gerakan kami. Contohnya, forum anak kami sudah diakui sampai pemerintah tingkat kelurahan sudah menyediakan tempat. Tapi, kami memang fokus pada komunitas yang grassroots. Kami tidak terlalu fokus secara general, tapi kami juga sudah dapat partisipasi dari 40 ibu-ibu PKK selain anak-anak. Kami sangat senang karena meskipun focus group kami itu anak-anak, tapi tidak hanya anak-anak yang terlibat dalam visi dan misi kami.
Maka dari itu, kami selalu menegaskan bahwa perlindungan anak itu adalah tanggung jawab dari komunitas bukan hanya tanggung jawab orang tua. Kewajiban mereka adalah untuk melaporkan kasus, membantu anak-anak, dan bukan hanya diam. Tapi ya kadang sulit, kami biasanya datang dan mereka sudah tahu bahwa RumahFaye bergerak di isu perlindungan anak. Namun, mereka tidak mau mengakui bahwa kasus perdagangan, eksploitasi, dan kekerasan anak ini terjadi di komunitas mereka. Karena jika RumahFaye masuk, komunitas mereka dianggap memiliki kasus perdagangan anak, jadi ada banyak kejadian dimana komunitas-komunitas ini lebih memprioritaskan image mereka di atas keamanan anak-anak di komunitas itu. Maka dari itu, RumahFaye harus berusaha untuk menyadarkan bahwa perlindungan anak ini adalah tanggung jawab mereka juga.
Tapi, sekarang sudah jauh lebih baik karena komunitas selalu mendukung dan anak-anak selalu senang kalau ketemu! Jadi aku senang sekali sekarang.
Fauzan: Wah tapi ternyata ada struggle di RumahFaye?
Faye: Wah iya pasti! Karena kebanyakan orang kan juga sulit untuk diajak ngobrol tentang perlindungan dan perdagangan anak.
Fauzan: Menarik banget! Nah, tadi kan sempat dibahas kalau Pembebasan ini menggunakan sistem referral, sebenarnya bagaimana sih cara RumahFaye bisa tahu korban dari praktek kekerasan/perdagangan/eksploitasi sosial tersebut?
Faye: Jadi, pendekatan kami langsung dari program pencegahan lewat community partnership. Maka dari itu, kasus-kasus yang akhirnya kami handle itu kasus-kasus yang terjadi di tempat yang sudah kami tangani sebelumnya karena kami sudah ada “tangan” di komunitas tersebut. Dari situ, biasanya salah satu perwakilan datang ke kakak-kakak atau saya (Faye) sendiri dan melaporkan kasus tersebut. Kami berusaha bekerja sama dengan membantu untuk melaporkan polisi, dan lain-lain. Pokoknya apa yang perlu dilibatkan dari proses tersebut. Tapi, kalau ada kasus di luar daerah program pencegahan kami, RumahFaye biasanya melakukan asesmen dulu. Contohnya, kalau ada yang terluka, kami biasanya bantu dia untuk mendapat pengobatan dan bantu lapor ke polisi. Jadi kami datang memang sebagai pendamping, bukan pertolongan pertama karena kami tidak punya otoritas untuk melakukan hal tersebut. Dari situ, kami membantu korban untuk melalui proses hukum dan sidang agar pelakunya bisa dipidanakan.
Fauzan: Kalau lihat dari tadi, RumahFaye memang berusaha untuk membantu anak-anak secara keseluruhan ya? Menurutku Pemulihan ini juga menarik. RumahFaye kan memberikan program tersebut, tapi kalau peran dari pemerintahnya sendiri bagaimana? Kalau misalnya ada kasus pelecehan dan diproses hukum, memang pemerintah sendiri tidak memberikan rehabilitasi pada korban?
Faye: Gini kali ya, pemerintah banyak kerjaan. Kalau dari proses sidang, banyak juga kasus yang kami temani dan dari situ kami menilai bahwa apa yang didapatkan oleh pelaku itu tidak cukup dan tidak bisa dibandingkan dengan trauma yang dialami oleh korban tersebut. Sebenarnya memang, proses sidang dan pendampingan hukum korban itu salah satu proses yang paling sulit karena banyak orang yang susah untuk dengar. Kalau dari pihak pemerintah, aku tahu bahwa mereka coba untuk membuat isu tersebut tidak terlalu parah. Tapi, karena tidak adanya task force yang bisa diimplementasikan di setiap pulau dan tidak diprioritaskan, hal ini tetap terjadi.
Tapi, yang bisa dibilang, perdagangan anak ini jadi lebih sering terjadi karena tidak adanya kartu kelahiran yang bisa menjamin bahwa anak tersebut berasal dari Indonesia. Mereka (yang tidak punya akta kelahiran) tidak memiliki hak-hak yang sama seperti kita dan tidak terlindungi karena absennya identifikasi tersebut. Alhasil, mereka sangat mudah untuk dieksploitasi dan diperdagangkan ke luar negeri. Kalau tidak salah, tahun 2015 atau 2016, jumlah anak dengan akta kelahiran itu meningkat dan akhirnya karna cukup related, kasus-kasusnya menurun pada tahun tersebut.
Makanya, solusi perdagangan anak itu bukan hanya “oh kita harus menyelamatkan semua anak”, tapi juga harus bisa melihat secara sistematis, bagaimana anak diperdagangkan? Selain tidak ada akses ke pendidikan, masih banyak anak yang tidak teridentifikasi. Jadi menurutku sendiri, Pemerintah sudah cukup bekerja keras untuk membantu.
Selain itu, pendidikan juga nomor 1. Pemerintah Indonesia juga salah satu pemerintah yang ingin mengembangkan SDGs (sustainable development goals). Salah satunya nomor 4, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan. Bukan hanya mendapat akses pendidikan, lho! Tapi juga meningkatkan kualitas pendidikan tersebut. Harapanku dan teman-teman di RumahFaye adalah semoga kami bisa lihat pendidikan yang dapat memberantas isu-isu ini secara langsung agar anak-anak bisa mengambil peran nyata agar mereka bisa mengatasi perdagangan anak.
Pasti, masih banyak yang harus dibenarkan, tapi kita semua harus bekerja sama untuk mencegah kekerasan anak.
Fauzan: Tapi, memang ternyata masalah sistematis sangat mempengaruhi kasus-kasus ini ya? Contohnya tentang keberadaannya akta kelahiran. Mungkin orang-orang kan tidak kepikiran bahwa masalah proses pencatatan dan kearsipan ini bisa berdampak buruk?
Faye: Iya. Like you said, susah juga dipikirkan bahwa isu-isu lain seperti gender dan identifikasi anak juga masuk. Maka dari itu, kita harus melihat secara sistematis. Makanya aku suka banget menceritakan tentang kasus anak perempuan dan adik perempuannya yang diperdagangkan untuk membantu adik bungsu laki-lakinya sekolah. Karena banyak banget orang yang bilang bahwa, “orang tua yang menjual anaknya itu tidak berpendidikan dan nggak ngerti pentingnya pendidikan.” Padahal sebenarnya, mereka itu ngerti kok kalau pendidikan itu akan membantu anak mereka untuk sukses. Nah, tapi karena mereka punya nilai-nilai yang berbeda dengan orang lain, akhirnya anak perempuan mereka tetap diperjualkan. Pokoknya, semua harus dilihat secara sistematis dan detail
Fauzan: Wah, kalau melihat ada kaitannya dengan masalah-masalah besar, dari RumahFaye sendiri bagaimana sih cara menanggapi hal-hal ini? Apakah ada kerjasama antar organisasi kah? Atau gimana?
Faye: Kami banyak melakukan kerjasama di Batam karena kami bagian dari beberapa jaringan di Batam dan Jakarta. Jaringan yang kami involved in bukan hanya tentang perlindungan anak tapi juga imigrasi karena banyak anak-anak yang diperdagangkan. Contohnya, dari Indonesia ke Singapura, Malaysia, China, dll. Kami juga melakukan banyak kerjasama dengan organisasi HAM dan perempuan karena masih banyak anak-anak yang diperdagangkan karena mereka perempuan. Jadi, jaringan-jaringan yang kami masuk bukan hanya yang directly related dengan perlindungan anak, tapi apa saja sih! Kalau kami fikir bahwa organisasi tersebut beraktivitas dan dapat membantu kami untuk mencegah eksploitasi anak.
Fauzan: Kalau dari halangan-halangan yang sudah Kak Faye ceritakan, apakah halangan atau masalah terbesar yang harus dihadapi?
Faye: Tadi aku sudah bahas sedikit, tapi yang paling susah itu adalah penanganan kasus. Karena proses hukum itu memang sangat lama, pelaku tidak mendapatkan hukuman yang sepantasnya, dan kita juga punya sistem hukum yang tidak berpihak pada korban. Jadi, akhirnya banyak orang yang tidak percaya bahwa hal-hal ini terjadi. Contohnya, polisi juga biasanya tanya, “kamu pakai baju apa dek?” Padahal kan jelas-jelas dipanggilnya “dek”! Ya jelas-jelas mereka masih di umur yang sangat muda, jadi ya mereka tidak akan setuju, contohnya untuk berhubungan seksual dengan pelaku (yang biasanya jauh lebih tua) dan ada beberapa kasus dimana ada perlakuan incest (anak dihamili oleh bapak kandung). Kalau di medsos, orang-orang sudah jelas bilang “oh ya itu jelas-jelas salah”. Tapi, kalau di persidangan, anaknya yang biasanya dibilang “kamu masih sayang sama papa kan?”
Ada banyak kekurangan di pelatihan untuk aparat penegak hukum biasanya di tingkat daerah. Meskipun mereka sebenarnya bermaksud baik, tapi kadang mereka masih memanggil anak tersebut “sayang”. Hal ini bisa triggering apalagi mereka ini sebelumnya korban.
Jadi, itu sepertinya kesulitan terbesar yang sangat berhubungan ke pemulihan. Soalnya kami bukan hanya harus melakukan konseling dengan anak-anak yang sudah jadi korban, tapi juga dengan keluarga kalau anaknya bisa dipulangkan agar mereka paham tentang apa yang terjadi terhadap anaknya agar bisa membantu proses rehabilitasi. Karena mungkin bisa ada kejadian dimana anaknya ditolak oleh keluarga setelah dipulangkan karena mereka tidak paham bahwa anaknya telah mengalami trauma tersebut, dan malah beranggapan bahwa anaknya itu “malu-maluin nama keluarga”. Jadi, memang kesulitan terbesar dari RumahFaye itu memang dari penangan kasus dan pemulihan karena harus dipulihkan dari anaknya dan juga keluarganya.
Fauzan: Wah, berarti kurangnya pemahaman kita tentang isu perlindungan anak ini memang membahayakan ya? Apalagi dari keluarga dan aparat hukum!
Faye: Makanya kami melakukan training bukan hanya dengan komunitas, tapi juga dengan guru karena mereka ada di posisi yang cukup unik: mereka sering bertemu dengan anak-anak dan bisa jadi salah satu pelindung anak kalau diperlukan.
Fauzan: Sebenarnya ada nggak sih hal-hal yang bisa dilakukan oleh remaja dan orang-orang Indonesia biasa yang tidak punya peran di organisasi, pemerintahan, atau aparat penegak hukum?
Faye: Jadi, yang pertama, perlu disadari bahwa ekspektasi nya memang bukan untuk mendirikan sebuah organisasi. Kalau aku kan memang sudah “terlanjur” dan aku mendirikan RumahFaye juga karena dukungan keluarga dan sosial dimana aku dapat akses moral dan finansial. Tapi, untuk berbuat baik dan melakukan tindakan yang produktif untuk komunitas, remaja tidak perlu mendirikan atau memulai komunitas baru. Menurutku, sebagai Gen-Z, kita itu punya kesempatan yang unik untuk berkontribusi untuk menanggulangi isu-isu sosial. Kita ada website seperti: indorelawan.org, kitabisa.com, campaign.org, pokoknya banyak! Dan kita juga bisa jadi relawan di komunitas-komunitas yang berbeda! Contohnya, jika kita aktif di sekolah, mulai lah dari kegiatan internal tersebut! Kalau fokus pada child abuse and trafficking, mulai dari diri sendiri untuk tidak melakukan kekerasan dan mengevaluasi diri sendiri, “bagaimana sih caranya kita untuk melindungi anak-anak dan teman-teman kita sendiri dari eksploitasi?”
Sorry, aku sering banget bilang ini, karena pelaku itu biasanya orang terdekat. Maka dari itu, kita sebagai teman suka tidak melihat kasus-kasus tersebut muncul karena berkonsepsi, “oh itu kan pacarnya,” “oh itu kan pamannya”. Ya pada akhirnya, kita sendiri lah yang memilih untuk tidak melihat kasus eksploitasi. Nah, ada beberapa orang juga mungkin tanya, “gimana sih caranya gue langsung nyelametin anak secara langsung gitu?” Ya sebenarnya tidak bisa! Kita harus mengutamakan fokusnya dengan tau cara mengidentifikasi kasus-kasus kekerasan di komunitas kita sendiri. Nah, dari situ, kita juga jangan hanya sekedar tahu tentang isunya, tapi juga mengambil langkah-langkah yang mendukung partisipasi untuk melakukan pencegahan dan penanganan tersebut untuk melindungi anak. Jadi ya, harus tahu cara melapor dan harus lapor ke siapa. Bisa ke organisasi seperti ke RumahFaye atau mitra kami yang lain, polisi, atau bahkan ke KPAI. Jadi, kalau ingin fokus ke perdagangan anak, masyarakat perlu melakukan pencegahan terhadap diri sendiri, lalu harus tau langkah-langkah partisipatif.
Tapi, kalau kita tidak merasa spesifik atau sangat tertarik di isu perlindungan anak, ya tidak apa-apa. Boleh juga kok untuk advokasi untuk isu-isu lain. Namun, yang perlu diingat adalah kita masih punya tanggung jawab untuk tahu dan peka tentang isu perlindungan anak sendiri.
Fauzan: Jadi, memang kita sebenarnya tidak perlu muluk-muluk untuk datang ke daerah. Mulai dari sendiri saja kali ya, karena pelaku juga biasanya orang terdekat?
Faye: Iya! Betul banget.
Fauzan: Nah, kayaknya kita sudah mendekati ujung perbincangan ini. Terakhir, ada nggak pesan dari Kak Faye untuk remaja dan anak muda yang mendengar podcast ini?
Faye: Mungkin, mulai dari trademark aku kali ya! Menurutku, banyak orang yang biasanya dengar merasa kasihan (hal yang valid dan benar) terhadap kasus-kasus yang marak terjadi. Tapi, yang aku selalu coba tekankan adalah rasa kasihan itu tidak akan melakukan apa-apa, hanya tindakan kita yang bisa membuat perubahan. Nah dari situ, baru tanggung jawab dari kita sendiri. Apalagi kita hidup di era teknologi dimana kita diberi akses untuk melihat ke isu-isu sosial dan environmental yang terjadi di Indonesia atau di Dunia. Lantas, ya harus ditanyakan: “apa yang akan kamu lakukan untuk mengatasi dan mencegah isu-isu tersebut?”
Nah, mungkin dari aku itu aja sih. Jadi ya, jangan hanya merasa kasihan aja, tapi juga ambil langkah nyata untuk menanggulangi isu-isu ini. Ayo buat Indonesia dan Dunia lebih baik dan keren lagi. Terus semangat dan jangan putus asa.
Fauzan: Wah, menurut aku, ini keren banget! Menurutku sendiri sangat eye opening, ada beberapa hal yang tidak kuketahui sama sekali sebelumnya. Dan akhir kata yang Kak Faye sampaikan itu pesan penting untuk kita semua.
Makasih banyak Kak Faye sudah mau ngobrol dan sharing pengalaman serta ilmunya disini!
Faye: Makasih zan!
Fauzan: Iya, sama-sama!