Hari Kartini atau Hari Kecantikan?

Selama ini, warga Indonesia salah kaprah dalam pemilihan acara saat perayaan Hari Kartini. Sejak ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, Kartini dianggap sebagai simbol emansipasi wanita dalam mencapai edukasi, persamaan hak dan perlakuan, serta menentukan masa depan. Namun, peringatan Hari Kartini yang sudah dilakukan sejak tahun 1964, selalu identik dengan lomba merias diri, peragaan busana, memasak, dan lomba-lomba lain yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga: benar-benar sangat berlawanan dengan apa yang Kartini perjuangkan.

Pada surat-surat Kartini, tertulis pendapat-pendapatnya tentang keadaan sosial pada masa itu, terutama lingkungan budaya di Jawa. Ia juga mengungkapkan keinginan dan harapannya agar wanita dapat memperoleh kesempatan untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi, sama hal nya dengan laki-laki.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Eva K Sundari merasa bahwa peringatan hari Kartini jauh dari makna perjuangan Kartini tersebut. Ia mengungkapkan di akun media sosialnya bahwa pada hari Kartini, wanita modern lebih mementingkan untuk menghabiskan uang mereka pergi ke salon untuk berdandan sebagai Kartini, daripada membeli buku.

Perayaan Hari Kartini lebih terlihat seperti ‘hari kecantikan’, padahal Kartini adalah wanita yang menganut egalitarianisme. Ia ingin wanita dan laki-laki mendapat hak yang sama dan diperlakukan secara setara karena ia berpendapat bahwa kebanyakan perempuan dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap.

Namun, banyak orang yang berpendapat sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa edukasi itu tidak hanya kognitif, tapi juga holistik. Maka dari itu, perayaan kostum, lomba memasak, dan kecantikan juga relevan karena lomba-lomba tersebut berkaitan dengan keterampilan wanita.

Walaupun keterampilan juga edukatif, acara dan lomba tersebut seharusnya hanya seremonial saja. Hari Kartini harus dilihat secara komprehensif dimana momentum ini dimaknai sebagai upaya mengajak wanita untuk mengejar mimpi dan cita-citanya. Maka dari itu, seharusnya, pada Hari Kartini, wanita-wanita mengenakan pakaian atau kostum cita-cita mereka, bukan malah meniru gaya pakaian Kartini dengan menggunakan sanggul dan kebaya. Tidak lupa, meskipun lomba yang berkaitan dengan domestik rumah tangga juga dianggap “sejalan” dengan pesan Kartini untuk tetap melaksanakan tugas dan kodrat sebagai perempuan, lomba-lomba ini cenderung lebih diutamakan daripada jenis lomba yang lebih edukatif. Hal ini yang membuat Hari Kartini dipandang salah kaprah karena wanita sudah mendapatkan hak nya di dalam mengurus rumah tangga, namun kesenjangan pendidikan antara wanita dan laki-laki, sampai saat ini pun masih dicemaskan. Dengan demikian, lomba edukatif harus lebih difokuskan.

Mari resapi Hari Kartini lebih dari sekadar peringatan dimana wanita pamer busana dan kecantikan, namun juga untuk meningkatkan kesadaran sesama bahwa pendidikan itu penting, bukan hanya untuk kalangan pria, namun juga wanita. 

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *