Truth vs Truths

Pesta demokrasi tahun ini diwarnai banyak berita simpang siur, mulai dari isu penguasaan media oleh salah satu pasangan calon, kemampuan berbicara dengan hewan milik pasangan calon yang lain, hingga pertanyaan mengenai kredibilitas Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berbagai media sosial, terutama Facebook dan group Whatsapp, bukan hanya dijadikan medium berinteraksi sosial, melainkan juga portal berita dadakan. Segala jenis informasi bebas berlalu lalang. Lantas, bagaimana kita membedakan fakta dengan yang bukan?

Fenomena yang serupa juga terjadi dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016. Saat itu, kata post truth didaulat sebagai Word of The Year 2016. Post truth sendiri adalah situasi saat fakta objektif kurang berpengaruh membentuk opini publik dibandingkan opini yang memancing emosi publik. Donald Trump yang terdeteksi memberi 144 pernyataan yang salah dari 274 pernyataannya berhasil menang dari Hilary Clinton yang hanya terdeteksi memberi 33 pernyataan yang salah dari total 263 pernyataannya. Hal ini membuktikan bahwa segelintir masyarakat tidak lagi menanggap kredibilitas pernyataan sebagai indikator pemimpin negara yang baik atau bahkan mereka tidak pernah tahu bahwa pernyataan yang mereka dengar tidaklah benar. Mengapakah ini dapat terjadi?

 Manusia seringkali memiliki bias konfirmasi terhadap suatu hal. Kita menganggap cerita yang mendukung opini pribadi kita sebagai fakta. Kita membiarkan diri kita terekspos oleh berita yang mengafirmasi hal yang kita yakini dan menutup diri dengan berita yang menyatakan sebaliknya. Bahkan, terkadang kita tidak lagi memastikan kebenaran dari berita yang mendukung opini kita. Sebaliknya, pernyataan yang bertentangan dengan keyakinan kita cenderung kita anggap sebagai kebohongan, meski nyatanya sangat kredibel. Akses kita terhadap berbagai informasi¾baik opini maupun fakta¾pun semakin mudah dengan kehadiran internet. Pada akhirnya, tanpa sadar kita mulai membenarkan pernyataan yang salah dan membuat kita semakin jauh dari kebenaran yang sesungguhnya.

Untuk menghindari hal tersebut, kita harus berhati-hati menanggapi segala bentuk informasi yang kita terima dengan berulang kali memeriksa kredibilitas dari suatu berita, tidak peduli bagaimana berita tersebut memancing emosi kita. Berhentilah sebentar untuk mengevaluasi berita tersebut, mencari tahu asal berita tersebut sebelum membagikan berita kepada orang lain. Kita juga harus mempertimbangkan opini ahli terhadap berita tersebut.

Untuk menemukan kebenaran, kita juga harus mempertimbangkan suatu berita dari sudut pandang berbeda. Suatu teori harus selalu ditantang kebenarannya. Selalu pertanyakan apa yang kita yakini dan dengarkan opini yang bertentangan. Dengan begitu, kita dapat memahami berita dengan lebih objektif.

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *