Kepada,
Pahlawan
“Kelak menyesal diriku apabila tidak mengikuti jejakmu. Jejak yang telah meninggalkan suatu warisan bagi seluruh umat di dunia. Banyak yang menentangmu, banyak pula yang mendukungmu. Walau begitu, bukannya kau selalu rendah hati dan tidak sombong?
Wahai pahlawanku, aku ingin menyampaikan keadaan dunia sekarang ini. Maafkan diriku ini, yang sungguh, tidak kuat melihat kondisi dunia sekarang ini. Seperti yang telah engkau prediksikan, manusia-manusia pada zaman ini sekarang banyak sekali yang hanya ingat akan dunia, lupa akan kehidupan mereka kelak nanti. Bagaimana tidak? Kemaksiatan bersebaran di mana-mana, orang munafik bertebaran di mana-mana. Betapa disayangkan keadaan dewasa ini.
Masyarakat berselisih di antara sesama, tempat-tempat bermaksiat tersebar luas, petinggi negara memakan uang masyarakat, dan para pemuda bergengsi dan ber-ego yang tinggi. Itu di antara masalah-masalah yang kerap ditemui saat ini. Ketika para penegak hukum tidak menjadi amanah dan ikut melanggar peraturan, maka rusak keteraturan dalam masyarakat. Ketika seorang anak membantah amanah orang tuanya, maka mulai tidak benar anak itu.
Namun pahlawanku, ketahui bahwa di zaman ini tidak kalah banyak orang yang taat terhadap keyakinannya dan tata tertib di masyarakat. Banyak yang menyebarkan kebaikan baik secara material maupun emosional dan spiritual. Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membagi kekayaannya, menjaga emosinya, mengikuti perintah agamanya, menaati orang tuanya, dan lain-lainnya. Mereka adalah orang yang secara langsung maupun tidak langsung, mengikuti jejakmu.
Cinta, merupakan kata pertama yang terlintas di benakku ketika mengingat kau. Kau membawa keberkahan dan kebaikan pada dunia ini, bahkan sampai sekarang. Terkadang aku ingin kau untuk datang kembali memandu kami. Namun sudah menjadi tanggung jawab kami sendiri untuk memandu sesama ke arah yang lebih baik.
Terima kasih pahlawanku. Nabiku.”
