Puber Politik: Akil Balik Tak Kenal Usia

Medan pertempuran elektoral (seharusnya) sudah selesai. Ditandai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, juga dengan pernyataan Bapak Prabowo Subianto yang secara ikhlas menerima keputusan pengadilan, tensi pilpres seharusnya sudah selesai. Masih ada sisa-sisa polarisasi masyarakat seperti contohnya respon yang menyayangkan saat Koalisi Adil Makmur dibubarkan, dan masih banyak lagi. Jika dibandingkan dengan konstestan era dulu, Pemilu tahun 2014 dan terlebih tahun 2019 menjadi pemilu yang paling hangat di kalangan masyarakat. Pemilu inilah yang dibahas di mana-mana, entah di grup Whatsap keluarga, grup teman, atas diatas meja warung kopi. Nampaknya masyarakat Indonesia baru berpartisipasi secara menyeluruh. Dari pengamatan saya, bisa disimpulkan bahwa ada suatu hal yang baru terjadi, hal yang menjadi penyebab hangatnya isu-isu pilpres, yaitu puber politik

Saya sendiri mengenal konsep puber politik dari Podcast Asumsi bareng Pandji dan vlog Pandji Pragiwaksono berjudul “CIRI-CIRI PUBER POLITIK”. Di video, Pandji menjelaskan bahwa puber politik adalah orang yang baru menginvestasikan waktunya atau terlibat di politik karena sosok Calon. Kutipan Pandji menjelaskan puber politik itu hampir sama seperti remaja puber, dimana orang puber terkesan ”ganggu”. Adapun ciri-ciri puber politik adalah: memilih menetap pada gelembung bias, senang klaim pencapaian, membawa beban kampanye sebelumnya, emosional, dan subjektif.

Puber politik inilah yang melahirkan fanatisme pada salah satu calon. Sebab, dengan fanatisme ini, seseorang menolak untuk mendengar kedua sisi, selalu menyinggung kampanye dan respon yang emosional pada perbedaan pilihan, berujung pada penilaian subjektif dimana pihak satu murni baik dan pihak selain itu murni penjahat. Gejala tersebut entah kenapa banyak terjadi di tahun elektoral belakangan ini.

            Puber politik adalah proses menuju kedewasaan dalam beropolitik. Walau kita terkena imbas berupa polarisasi, kita bisa memandang bahwa Indonesia sedang transisi menuju demokrasi yang lebih baik dan dewasa. Harapan, bahwa nanti, 2024, adalah waktu dimana Indonesia tidak lagi kisruh, dimana 5 tahun adalah waktu yang cukup untuk keluar dari gelembung bias, gelembug puber ini.

            Saya, terinpirasi dari ide Pandji Pragiwaksono, mengajak untuk kalian – for sake of maturity – mencoba untuk memfollow akun-akun milik kubu seberang. Entah yang mendukung 01 coba lihat perspektif dari 02, ataupun yang pendukung 02, coba pantengi pandangan 01. Semua ini, agar kita berdewasa dalam politik.

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *