Menurut pandangan saya, hidup di dunia pendidikan itu kerap dihantui dengan gengsi. Mungkin ini adalah penyebab kenapa contek mencontek di kalangan pelajar it wajar. Hal ini dikarenakan rasa ingin menang atau rasa tidak ingin ketinggalan pasti membara ketika seseorang merasa dirinya ‘tersaingi.’
Oleh karena itu, ranking di sekolah bukan akhir dari suatu pencapaian atau hasil akhir yang menunjukan siapa pelajar yang terbaik ataupun terburuk dalam jangka waktu tertentu. Ini karena sistem ranking tidak melihat seberapa perjuangan seseorang dari mulai berangkat sekolah sampai kembali pulang. Ranking hanya suatu sistem pengukur seseorang dari nilai ulangan, tugas, kerajinan juga kehadiran pelajar dalam jangka waktu tertentu.
Hal-hal ini yang menyebabkan kita semua, sebagai pelajar hanya bisa menggali ilmu dalam sekolah dan kurang bisa men-explore atau mencari minat dan bakat kita sendiri. Mereka yang memiliki keterampilan tertentu akan terhalang oleh tugas sekolah dan tuntutan sekolah lainnya.
“Ekstrakurikuler” katanya. Slogannya juga biasanya, “kalian bisa mencari minat dan bakat kalian dengan ikut ekskul!” Namun faktanya, banyak ekskul yang tidak diperhatikan oleh guru atau pengurus sekolah. Ironis. Tapi lucunya, jikalau suatu ekskul yang tidak diperhatikan tiba-tiba berprestasi dan juga bisa membawa nama sekolah lebih baik, pasti di elu-elukan dan mendapat banyak senyuman dari guru-guru yang menyambut mereka. Memang, itu tanda terima kasih dari sekolah. Lantas, kalau memang prestasi itu dilihat sebagai sesuatu yang sangat membanggakan untuk sekolah, kenapa sekolah hanya fokus ke bidang akademik? Dan lebihnya lagi, kurang memberi kesempatan untuk mereka yang cinta dengan musik, basket, futsal, atau hobi yang lain yang dapat membawa nama baik sekolah.
Tentunya, sekolah bisa mengurangi masalah kenakalan remaja. Dengan lebih memberi perhatian kepada minat dan bakat yang murid miliki, murid bisa menjadi betah dan nyaman dengan lingkungan sekolah.
Maka dari itu, sekolah dapat membantu memfasilitasi dengan cara memberikan toleransi kepada mereka yang fokus dengan minat bakatnya dalam bentuk apapun. Contohnya, pengurangan tugas sekolah untuk siswa yang sedang berjuang membawa nama sekolah, ataupun hal-hal lain. Namun, tetap, esensi dan tanggung jawab sebagai pelajar tidak bisa diganggu gugat dan sekolah hanya boleh membantu meringankan, bukan menaikkan nilai untuk mereka-mereka yang sedang berjuang.
Jadi, sekolah seharusnya bisa mengubah pandangan mereka tentang siswa-siswa yang terlihat ‘bodoh’ di sekolah. Karena, kalau sekolah bisa memanfaatkan sumber daya manusia dengan baik dan benar, seharusnya, murid-murid sekolah se-Indonesia dapat bersaing dengan cara mereka masing-masing sampai kancah internasional.
Maka dari itu, untuk kalian yang merasa bodoh di kelas, Tidak! Kalian punya bakat tersendiri yang belum kalian gali. Coba mulai explore bakar kalian dimanapun, fokus, dan tetap jadi pelajar yang aktif, dan tidak cuma di akademic. Coba fokus dan gali passion kalian, karena mungkin dapat menjadi sumber kehidupan di kedepannya.
Buat kalian yang merasa pintar di kelas, karena bisa mengalahkan mayoritas murid-murid di lingkungan kalian, hati-hati dengan mereka yang ranking 30+ karena mungkin, mereka sedang membuat racikan untuk sukses di masa depan dengan hobi dan kesukaan masing-masing. Karena, pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar.