Singapura adalah negara yang mempunya wilayah jauh lebih kecil dari Indonesia, namun memiliki ekonomi yang jauh lebih baik pula. Negara ini telah sukses membangun reputasi sebagai negara penghubung atau hub dengan memanfaatkan letaknya yang strategis dan juga menawarkan jasa atau service yang memuaskan. Berdasarkan data yang disediakan oleh Wikipedia.org, pada tahun 2018, Indonesia, walaupun memiliki GDP (Gross Domestic Product) atau Pendapatan Bruto Domestik terbesar di Asia Tenggara sebsar 1.005 Triliun Dollar Amerika Serikat, hanya memiliki pendapatan perkapita sebesar 3.778 Dollar Amerika Serikat, peringkat 116 dunia. Sedangkan Singapura, walaupun tidak memiliki ekonomi sebesar Indonesia, memiliki ekonomi yang lebih baik, dengan pendapatan perkapita 61.776 Dollar Amerika Serikat, peringkat 8 dunia. Angka tersebut mencengangkan karena dapat disimpulkan bahwa seorang pekerja biasa di Singapura menghasilkan hamper 20 kali lipat daripada apa yang dihasilkan pekerja biasa di Indonesia.
Mungkin hal ini dapat diacuhkan karena memang logis jika anda berfikir bahwa lebih mudah mengatur ekonomi sekecil Singapura daripada ekonomi Indonesia yang notabene sangat besar. Namun, Jakarta, ibukota negara yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas saja hanya memiliki tidak sampai 1/3 pendapatan perkapita Singapura yaitu 17.374 Dollar Amerika Serikat per-2017. Jadi dapat kita simpulkan secara kasar bahwa daerah dengan ekonomi paling baik di Indonesia hanyalah tidak sampai 1/3 makmurnya Singapura.
Sekarang telah digambarkan secara cukup mendetail perbandingan ekonomi Indonesia dan Singapura, perlu kita telusuri dari mana asal ekonomi yang ciamik ini. Mari kita tengok kembali Singapura di masa lampau. Singapura dahulu merupakan koloni Inggris yang dijadikan tempat perhubungan dagang, namun setelah Inggris gagal mempertahankan kedaulatan Singapura pada Perang Dunia II ketika Jepang menyerang, Inggris kehilangan kredibilitas secara signifikan di mata rakyat Singapura. Terjadilah usaha-usaha untuk memisahkan diri dari koloni pada 1950an, di mana pada tahun 1959, Partai Tindakan Rakyat memenangi eleksi dengan mengusung seorang bernama Lee Kuan Yew sebagai Perdana Menteri. Setelah terjadi merger atau penyatuan dengan Malaysia, Lee Kuan Yew memimpin Singapura untuk memerdekakan diri pada 1965, semenjak itu beliau dikenal sebagai Bapak Bangsa dan juga tokoh yang memakmurkan negara Republik Singapura.
Lee Kuan Yew dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan mungkin sedikit otoriter. Namun jasa-jasanya membuatnya dikenang dan dicintai oleh rakyat Singapura sampai sekarang. Kebijakan-kebijakannya membangun fondasi daripada Singapura hari kini. Pada tahun 1960an, Singapura berada dalam kondisi kurang stabil sebelum, saat, dan setelah kemerdekaan, memiliki masalah yang cukup besar, Korupsi.
Korupsi adalah hal yang sangat signifikan dalam penghambatan ekonomi. Dengan adanya korupsi, dapat terjadi beberapa scenario yang memiliki potensi besar dalam menghambat ekonomi. Skenario yang paling buruk adalah korupsi yang terjadi dalam kalangan atas menimbulkan ketimpangan sosial-ekonomi yang menyebabkan sebuah efek domino berkepanjangan yang tidak hanya memengaruhi ekonomi, namun juga jalannya pemerintahan.
Hal ini dibuktikan dengan keadaan pada akhir masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia. KKN yang berkembang pesat membuat ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Saat Krisis Ekonomi Asia terjadi pada akhir 1990an dan pemerintah tidak dapat mengendalikan ekonomi, Dollar meroket tinggi, ditambah masyarakat yang sudah tidak lagi loyal maka tamatlah rezim Soeharto.
Faktanya, Lee Kuan Yew berbeda dengan Soeharto. Walaupun beliau memiliki periode kekuasaan yang relatif similer dengan Soeharto, pencapaian PM Lee dalam hal pembangunan sistem hukum yang kredibel dan ekonomi berkelanjutan. Pada tahun 1950an, korupsi di Singapura bukanlah sebuah hal yang tidak wajar dan merajalela, untuk mengatasinya, Lee Kuan Yew memperkenalkan Biro Investigasi Praktik Korupsi atau Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB). Biro ini merupakan institusi independen yang memiliki tugas menyelidiki dan mengeradikasi kegiatan korupsi di negara kepulauan tersebut.
Tindakan PM Lee Kuan Yew ini terbukti menjadi pelopor dalam pembangunan Singapura yang tadinya digerogoti oleh Korupsi pada tahun 1950an hingga sekarang menjadi negara paling rendah korupsi peringkat tiga dunia menurut Indeks Persepsi Korupsi tahun 2018 dengan skor 85, dalam konteks skor 0-49 sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi dan 50-100 sebagai negara dengan tingkat korupsi rendah. Indonesia, dalam sisi lain, menduduki peringkat ke 89 dengan skor 38. Ini bukanlah sebuah perbandingan yang adil dilihat dari sisi manapun.
Singapura selalu mengedepankan sektor privat dalam ekonomi mereka, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, mereka menyediakan jasa bagi korporasi-korporasi multinasional untuk menetap dan berkembang. Sekarang ini, perusahaan-perusahaan besar dari seluruh penjuru dunia mempunyai pusat operasi untuk wilayah Asia-Pasifik bertempat di Singapura. Contoh: Chevron, Shell, Apple, Exxon Mobile, dll. Dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan kelas berat niat berinvestasi di sana dan menjadikan pusat operasinya, ini diakibatkan oleh tingkat kualitas servis yang diberikan dan juga birokrasi yang sesuai.
Sebuah fakta yang menarik adalah Birokrasi dipersulit jika terdapat korupsi, contoh nyata di Indonesia, birokrasi dalam proses bongkar muat barang di pelabuhan yang rumit membuat pelabuhan-pelabuhan di Indonesia memiliki dwelling time yang sangat lama. Terungkap bahwa pada 2016 terdapat pungutan liar yang terjadi di pelabuhan yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Hal-hal seperti ini yang menyebabkan korporasi-korporasi multinasional lebih nyaman menyematkan kakinya di Singapura, lebih bersih, lebih cepat, lebih pasti, dan lebih transparan.
Tingkat ekspor Singapura pada tahun 2016 adalah sebesar 329.7 Miliar Dollar Amerika Serikat, dan berdasarkan data per-tahun 2000, 43% dari total perdagangan Singapura merupakan bentuk dari ekspor kembali, yang berarti 43% barang yang keluar dari Singapura bukan asli dari Singapura. Dapat disimpulkan bahwa negara ini sebenarnya dalam istilah kasarnya negara “calo”, namun calo yang efektif, efisien, dan tidak mengkhianati klien-kliennya. Sedangkan Indonesia, negara yang “katanya” sangat kaya hanya memiliki tingkat ekspor 168 MIliar Dollar Amerika Serikat.
Bayangkan jika Singapura negara yang “kotor”, negara yang tingkat korupsinya tinggi, mau jadi apa? Sudah kecil, diapit dua negara besar, sumber daya alam sedikit, sumber daya manusia lebih sedikit. Tanpa adanya kesadaran dari pemerintah untuk membersihkan dirinya dari korupsi, Singapura akan hancur, begitupula Indonesia kelak jika memang terus dibiarkan.
Pencegahan korupsi dapat dilaksanakan sejak dini, membangun mindset yang benar pada individu itu merupakan hal yang patut dilaksanakan. Pendidikan yang berdasarkan karakter mesti dikembangkan. Hal-hal kecil seperti menemukan uang tergeletak di jalan, orang Indonesia pada umumnya akan segera mengambil uang itu dengan alasan “rezeki”, “menolak rezeki itu dosa”, dan lain sebagainya. Pola pikir seperi inilah yang sangat minim dimiliki oleh manusia Singapura.
Sumber daya manusia dengan pendidikan dan karakter yang baik adalah keunggulan mereka dari kita. Pertama memang perlu ada tindakan dengan pendekatan koersif terhadap Korupsi yang sudah terlalu merajalela, Pemerintahan yang tegas seperti yang dimiliki oleh Pemerintahan Lee Kuan Yew perlu ada. Kemudian pembangunan karakter manusia mesti dilaksanakan demi kelangsungan kesuksesan bangsa.
Kesuksesan Singapura ini mensinyalkan bahwa apa yang dilakukan oleh Lee Kuan Yew tentang pemberantasan korupsi itu merupakan langkah yang benar, dengan minimnya korupsi, birokrasi negara pun akan lugas dan bersih. Hal ini dapat menciptakan kepercayaan pada Investor, mengurangi ketimpangan, dan mencegah penghambatan pertumbuhan ekonomi.